JAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa tahun telah berlalu, Arman (bukan nama sebenarnya) masih ingat bagaimana perpeloncoan yang dia alami saat masih berstatus taruna tingkat satu Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP), Marunda, Cilincing, Jakarta Utara.
Suatu ketika, Arman dan dua temannya tiba-tiba saja dibawa senior untuk dimasukkan ke ruang kelas taruna tingkat dua.
Mereka difitnah atas tindakan yang Arman rasa tidak pernah dilakukan olehnya.
“Ulu hati saya dipukul di ruang kelas tingkat dua. Mereka enggak keroyokan, tapi bergilir. Taruna tingkat dua yang lain, ya jadi kompor, kayak, ‘woi, ngaku lu!’” kata Arman saat berbincang dengan Kompas.com, Selasa (7/5/2024).
Arman dan teman-temannya tetap teguh pada pendirian bahwa mereka tidak seperti apa yang dituduhkan taruna tingkat dua.
“Sampai akhirnya, teman saya itu sudah enggak kuat. Kalau enggak salah, saya dipukul lebih dari lima kali. Itu ulu hati doang,” ucap Arman.
Dari beberapa pukulan tersebut, Arman menganggap salah satu bogem mentah yang mengarah ke ulu hatinya itu sangat keras.
Pasalnya, kancing seragamnya pada saat itu sampai pecah.
“Itu pukulan terkerasnya atau apa ya, dia pukul dan kancing seragam saya pecah. Dia panik kenapa bisa sampai pecah. Karena kancing seragam itu enggak boleh ada yang pecah,” ujar Arman.
Baca juga: Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan
“Kalau ketahuan, pasti ditanya sama pengawas, 'ke mana kancingnya?'. Nah, saya enggak boleh bilang habis dipukul lalu pecah. Bilang saja copot atau apa gitu,” tambah Arman.
Arman memastikan, setiap kelas dan sudut STIP disebut terpasang kamera CCTV.
Namun, para taruna tingkat dua memanfaatkan "blind spot" CCTV untuk memelonco adik tingkatnya, salah satunya yang Arman alami.
"Jadi, liciknya, mereka pukul tingkat satu dengan mepepet ke pintu. Itu titik buta CCTV. Satu asrama itu ada CCTV, mereka sudah tahu blind spot CCTV," ujar Arman.
Baca juga: Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final
Karena teman Arman sudah tidak kuat dengan pukulan tersebut, akhirnya senior menyudahi dan mengarahkan para taruna tingkat satu untuk kembali ke kamar masing-masing.
“Saya balik ke dormi (asrama) lalu menjahit sendiri. Saya kanibalkan kancing seragam yang lain. Sorenya, kami tingkat satu dipanggil untuk ke dormi tingkat dua dan tingkat empat, disuruh bersih-bersih,” pungkas Arman.
Redaksi meminta maaf kepada pembaca Kompas.com jika ada beberapa kata yang terkesan tidak gamblang saat menyampaikan informasi.
Hal ini dikarenakan demi menjaga kerahasiaan narasumber kami.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.