JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, M Fadhil Alfathan menilai, kenaikan pangkat Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto menjadi jenderal bintang empat sarat konflik kepentingan.
"Kita sama-sama tahu, bahkan sejak 2019, kedekatan Prabowo Subianto dengan Presiden Jokowi, dalam hal ini tergugat, itu mengisyaratkan adanya kedekatan politik dalam koalisi tertentu," ujar Fadhil di Gedung Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jakarta Timur, Selasa (28/5/2024).
Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil Gugat Pemberian Pangkat Bintang Empat Prabowo ke PTUN
"Jadi kami anggap bahwa pemberian pangkat ini rawan konflik kepentingan. Apalagi di tahun 2024, anak dari tergugat atau Presiden Jokowi adalah pasangan dari Prabowo Subianto dalam kontestasi elektoral pilpres," imbuh dia.
Fadhil menegaskan, dalam Undang-Undang Administrasi Pemerintahan, penyelenggara negara seharusnya bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
"Ketika pejabat pemerintahan atau penyelenggara negara ingin mengeluarkan satu keputusan atau tindakan, itu tidak boleh berkaitan dengan konflik kepentingan," ucap dia.
"Dan ini yang coba kami uji dalam beberapa alasan yang setidaknya kita coba untuk diuji di PTUN," sambung dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas menggugat kenaikan pangkat istimewa yang diberikan kepada Prabowo Subianto.
Kenaikan pangkat tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 13/TNI/24 tanggal 21 Februari 2024 tentang Penganugerahan Pangkat Secara Istimewa berupa Jenderal TNI Kehormatan.
Baca juga: LBH Jakarta Sebut Pemberian Bintang Empat Prabowo Abaikan UU TNI
Masyarakat sipil yang terdiri dari keluarga korban Penghilangan Paksa 1997-1998, KontraS, IMPARSIAL, dan organisasi masyarakat sipil lainnya kemudian melayangkan gugatannya kepada Presiden RI Joko Widodo ke PTUN Jakarta.
Dengan begitu, mereka berharap agar PTUN sebagai bagian dari kekuasaan kehakiman berani mengambil tindakan yang tegas.
"Gugatan ini bukan sekadar gugatan menggugat aspek-aspek administratif saja," ungkap Fadhil.
"Tapi kami ingin menguji sejauh mana PTUN berani mengambil tindakan tegas, berani mengambil tindakan korektif terhadap berbagai macam tindak tanduk pemerintahan yang berada di luar jalur koridor HAM," imbuh dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.