Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Basuki: Kalau Dipenjara, Dihukum Mati, Saya Tanggung

Kompas.com - 20/01/2014, 13:13 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Salah satu kendala yang dialami Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menormalisasi sungai dan waduk adalah membebaskan lahan. Lahan-lahan yang sedianya untuk ruang terbuka hijau (RTH) dan saluran air kini telah dipakai untuk bangunan-bangunan liar. Ada yang semipermanen, tak sedikit pula yang mewah. Hal-hal itulah yang menjadi penyebab utama Jakarta selalu langganan banjir.

Masalah itu pula yang kini dihadapi Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Selama lebih kurang satu tahun membenahi Ibu Kota, Basuki dan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo terus berupaya membereskan masalah itu. Hal tersebut dilakukan dalam upaya normalisasi Waduk Pluit dan Ria Rio serta Sungai Ciliwung dan Pesanggrahan.

Basuki mengatakan siap menegakkan hukum untuk merampungkan normalisasi kawasan perairan itu. Ia menyadari risiko atas hal itu, yakni akan dianggap melanggar hak asasi manusia. "Jadi, kalau mesti dipenjara, dihukum mati, biar saya yang tanggung," kata Basuki saat berkunjung ke kantor Kompas.com, Palmerah, Jakarta Barat, pekan lalu.

Basuki mengakui, sudah banyak warga yang dulu mendukungnya, tetapi kini menyesal dan berjanji tidak akan mendukungnya lagi pada periode berikutnya. Namun, ia tidak peduli dengan sikap warga tersebut. Ia bertekad untuk konsisten menaati konstitusi di atas konstituen dalam memimpin sebuah wilayah.

Basuki mencontohkan pelanggaran yang dilakukan warga di Kali Sunter. Meskipun di sepanjang sungai itu telah dipasangi sheet pile (dinding penahan atau tanggul) cukup tinggi, warga justru membuat rumah secara liar di dekatnya. Warga juga menikmati sambungan listrik ataupun air bersih, meskipun rumah yang mereka tinggali itu ilegal. Warga juga melubangi dinding tanggul tersebut sehingga berisiko banjir saat air laut pasang.

Menurut Basuki, satu-satunya cara untuk menanggulangi hal-hal seperti itu adalah dengan membongkar permukiman liar warga. Warga di sana direlokasi ke rumah susun. Solusi ini tidak mudah dilakukan karena, menurut Basuki, pasti ada yang menolak pembongkaran permukiman liar tersebut.

"Sekarang uang kerahiman sudah kita cabut. Orang-orang ribut dan menuduh kita melanggar HAM, kurang ajar itu namanya," ujar Basuki.

Basuki berpendapat bahwa warga lebih suka tinggal di rumah-rumah liar karena tidak harus membayar pajak dan biaya lain. Sementara itu, jika harus tinggal di rumah susun, maka warga harus membayar uang sewa, listrik, air bersih, dan lain-lain.

Hal serupa juga terjadi ketika Pemprov DKI Jakarta membongkar permukiman liar di bantaran Sungai Pesanggrahan. Basuki menuturkan, warga menuntut uang kerahiman, tetapi mereka tidak memiliki sertifikat tanah yang jelas. Basuki menginstruksikan Dinas Pekerjaan Umum DKI untuk langsung menertibkan permukiman tanpa surat dan sertifikat tanah tersebut. Menurut Basuki, cara itu harus ditempuh agar paling tidak lokasi banjir di Jakarta semakin berkurang.

"Mudah-mudahan, April-Mei ini rusunnya selesai. Jadi, semua (bangunan liar) yang di atas bendungan, termasuk di rumah pompa, harus kita sikat," kata Basuki.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Megapolitan
Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Megapolitan
Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Megapolitan
Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Megapolitan
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Megapolitan
Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Megapolitan
Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Megapolitan
Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Megapolitan
Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com