JAKARTA, KOMPAS.com
- Korupsi di kalangan birokrat Pemerintah Provinsi DKI kembali terungkap. Kali ini, nilai korupsinya mencapai Rp 1,7 miliar untuk pengadaan enam bus toilet pada 2009 silam.

Kasus bus toilet ini menyeret dua pensiunan dan satu pegawai negeri sipil aktif di Dinas Kebersihan DKI sebagai tersangka korupsi itu. Ketiganya adalah EB (mantan Kepala Dinas Kebersihan DKI, pensiunan), LL (ketua kuasa pengguna anggaran, pensiunan), dan Ar (panitia lelang, PNS aktif).

Bersama mereka, dua orang dari kontraktor pengadaan bus toilet tersebut dari PT Astrasea, yaitu YP dan seorang perempuan Yol, juga ditetapkan sebagai tersangka.

Kelima tersangka ditahan setelah kasus dilimpahkan dari penyidik Kejaksaan Agung
(Kejagung) ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Timur, Kamis (20/3). Hanya Yol yang ditahan di Rumah Tahanan Pondok Bambu karena dia perempuan. Empat tersangka lain ditahan di Rutan Cipinang.

Penyidik Kejagung, Saiful B Siregar, mengungkapkan, ditemukan permainan pada lelang pengadaan enam bus toilet tahun 2009 itu. Tiga tersangka dari dinas kebersihan dengan sengaja mengatur lelang itu sehingga PT Astrasea terpilih sebagai penyedia bus toilet.

”Dalam kasus ini ada rekayasa dalam penyelenggaraan lelang,” kata Saiful.

Kasus dugaan korupsi itu dilimpahkan dari Kejagung ke Kejari Jaktim karena kantor Dinas Kebersihan DKI sebagai tempat terjadinya perkara berada di Cililitan, Jaktim.

Seperti diberitakan Kompas.com, pada 2013 lalu dugaan korupsi bus toilet telah tercium Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama pada Mei 2013. Atas kebijakannya, APBD 2013 DKI diawasi secara ketat, termasuk memeriksa dugaan korupsi bus toilet.

Kejagung didesak segera memeriksa mantan Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta EB terkait dugaan korupsi pengadaan mobil toilet VVIP. Hal itu sebagai bagian dari pengusutan kasus dugaan korupsi lain di Dinas Kebersihan DKI Jakarta.

Saat itu, Kejagung baru menetapkan LL dan Ar sebagai tersangka. Namun, kini penyidik Kejagung juga menetapkan EB, mantan Kepala Dinas Kebersihan, sebagai tersangka, termasuk dua orang dari kontraktor pengadaan bus toilet itu.

Menurut Saiful, selain terjadi rekayasa saat lelang, YP selaku Direktur PT Astrasea menyerahkan pelaksanaan pengadaan enam bus toilet kepada Yol. Dengan meminjam bendera perusahaan PT Astrasea, Yol melaksanakan pengadaan enam bus dengan anggaran senilai Rp 5,4 miliar.

Setelah diperiksa, nilai enam bus itu kurang dari Rp 4 miliar. Akibatnya, negara dirugikan Rp 1,7 miliar.

Namun, Saiful enggan mengungkapkan jumlah aliran dana dari YP dan Yol kepada tiga tersangka birokrat dinas kebersihan. Menurut dia, hal itu akan diungkap di persidangan.

”Tunggu saja, akan kami ungkap di persidangan,” katanya.

Dari segi penyidikan kasus, lanjut Saiful, semuanya telah selesai. Oleh karena itu, pihaknya melimpahkan seluruh berkas kasus ke Kejari Jaktim, berikut lima tersangka, sejumlah barang bukti berupa dokumen perjanjian, serta enam bus yang diparkir di halaman Dinas Kebersihan DKI.

”Sekarang, Kejari Jaktim tinggal memeriksa kelengkapan berkas dan barang bukti, dan selanjutnya bisa diajukan ke pengadilan,” kata Saiful.

Kepala Kejari Jaktim Jhonny Manurung mengatakan, selain menerima pelimpahan berkas beserta para tersangka, pihaknya juga menerima pengembalian uang yang diduga dikorupsi dari YP dan Yol. YP menyerahkan Rp 24 juta, sementara Yol menyerahkan Rp 1,5 miliar.

”Meskipun keduanya telah mengembalikan uang yang diduga dikorupsi, kasusnya tetap berjalan. Para tersangka tetap ditahan dan kasusnya akan segera diajukan ke persidangan,” ujar Jhonny. (MDN)