Pengacara warga, Eko Takari, mengatakan, pihaknya menduga Jokowi belum mengetahui masalah tersebut. Padahal, sejak awal masa kepemimpinan Jokowi, lanjutnya, upaya bersurat mengenai kejelasan masalah ini sudah dilakukan.
"Kita ada kemungkinan, Pak Jokowi ini tahu atau tidak, kita juga tidak tahu. Soalnya kita sudah minta audiensi ke Gubernur, tapi belum ada tanggapan," ujar Eko, kepada wartawan, di Cipinang Muara, Jatinegara, Jakarta Timur, Kamis (8/5/2014).
Terhitung 4 tahun sejak kasus ini ditempuh pihaknya melalui jalur hukum, tidak ada pembayaran yang dilakukan atas hak warga. Padahal, pembicaraan ganti rugi sudah terjadi sejak tahun 2007, saat sosialisasi proyek tersebut. Tuntutan untuk pembayaran ganti rugi juga sudah disampaikan kepada Panitia Pembebasan Tanah (P2T).
"Tapi menurut informasi lisan yang kami terima, menunggu rekomendasi dari biro hukum (Pemprov DKI). Baru kemudian Gubernur memerintahkan untuk membayar. Tapi sampai sekarang kita bersurat ke Gubernur belum dibayarkan," ujar Eko.
Para penggungat terdiri dari 8 orang, yang merupakan para pensiunan PNS dan TNI. Salah satunya, Liza Rosali (73), pensiunan PNS yang memiliki 200 meter persegi lahan yang terkena dampak proyek KBT tersebut. Liza berharap, hak memperoleh ganti rugi dapat segera dibayarkan oleh pemerintah. Ia pun berharap, Gubernur DKI saat ini dapat memenuhi hal itu.
"Tapi Ibu enggak nyalahin Jokowi. Cuma kita sudah ngajuin ke Jokowi, mungkin dia belum sempat baca," ujar Liza.
Perempuan ini memperoleh tanah itu sekitar tahun 1990-an. Kebetulan ada yang menjualnya. Ia mengatakan, membeli tanah itu dengan cara mencicil.
"Kalau Ibu ingat-ingat dulu dapat tanah susah banget. Ada yang jual nawarkan ke Ibu, ya Ibu beli. Itu juga nyicil-nyicil," ujar ibu dua anak ini.
Sesuai dengan JNOP saat itu, nilai jual tanahnya lebih kurang Rp 1,4 juta. Perempuan paruh baya yang hidup mengandalkan pensiunan PNS ini berharap bisa mendapatkan ganti rugi tanah mereka.
"Harapan Ibu tentunya biarpun tanah (saya) sedikit tolonglah dibayar secepatnya. Jangan dikumpul bolak-balik. Kita pasti ingin dibayar secepatnya karena itu hak kita. Karena kita sekarang cuma dikasih pensiunan. Jadi buat biaya hidup layak pada masa depan," ujarnya.
Adapun tujuh nama warga lain, yakni Soedharto Khadam, Soepraptomo Khadam, Leonard Sumali, Trisnowati, Kolonel Chk (Purn) Baruno Atmo, Kolonel Chk (Purn) M Saelan, dan Letkol Chk (Purn) Anwar Mahakil.
Mereka disebut pensiunan PNS dan TNI. Luas lahan itu 4.877 meter persegi, yang terbagi dalam 18 sertifikat tanah yang dimiliki delapan orang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.