"Iya, tangkapan ikan saya jadi berkurang," kata Sarnoto (35), seorang nelayan di Kampung Nelayan Cilincing, Jakarta Utara, Jumat (8/5/2014). Menurut dia keberadaan pukat harimau juga merusak ekosistem laut.
Hal senada diungkapkan nelayan lainnya, Hasyim (43). Dia mengatakan, pukat harimau menjajah para nelayan kecil, karena jalanya menjaring ikan besar maupun ikan kecil.
Berdasarkan keluhan tersebut mulai 1 Juni mendatang puluhan kapal trawl (pukat harimau) yang biasa menjaring ikan di Teluk Jakarta dilarang beroperasi.
Di Teluk Jakarta, kapal pukat harimau sudah beroperasi sejak tahun 1980-an. Kehadiran mereka menggangu sekitar 4.000 nelayan kecil di Jakarta Utara karena ikan yang habis terjala kapal pukat harimau.
Kepala Suku Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan (P2K) Jakarta Utara, Sri Haryati, mengatakan sejak tahun lalu, keberadaan pukat harimau tersebut semakin meresahkan nelayan kecil sehingga mereka mengadukan hal tersebut ke Pemprov DKI.
Hal tersebut langsung ditindaklanjuti oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama yang menginstruksikan pelarangan kapal pukat harimau beroperasi di Teluk Jakarta.
"Bulan Juli 2013 sebanyak 6 kapal kita tangkap lalu pada bulan Septembernya 3 kapal. Tidak lama kemudian, perwakilan pemilik datang dan meminta pembinaan kepada kita," ujarnya.
Dalam kelanjutan pertemuan yang dilakukan antara pemilik kapal dan Sudin P2K, disepakati bahwa mereka harus alih teknologi penangkapan. Selanjutnya, per 1 Januari 2013 bila masih ada yang operasi akan ditertibkan.
"Perkembangannya, mereka masih meminta waktu lagi untuk alih teknologi. Maka kita beri tenggat hingga 1 Juni mendatang, setelah itu akan kita tindak tegas," katanya.
Dalam rangka menertibkan, pihak Sudin P2K pun sudah berkoordinasi dengan beberapa Syahbandar pelabuhan yang ada di sepanjang pantai Jakarta. Diharapkan, syahbandar tidak lagi memberi Surat Izin Berlayar (SIB) pada kapal yang terdeteksi pukat harimau.
"Mereka ada yang kita arahkan menjadi nelayan bagan apung atau memodifikasi teknologi alat penangkap ikannya. Sebelum 1 Juni, pemilik akan kita kumpulkan lagi sebagai bentuk sosialisasi dan penegasan," tuntasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.