Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Penundaan SK Normalisasi Ciliwung, Hakim Tunggu Bukti

Kompas.com - 06/08/2014, 15:09 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) belum mengabulkan permohonan Komunitas Ciliwung Condet yang meminta penundaan pelaksanaan SK Gubernur DKI Jakarta soal lokasi normalisasi Sungai Ciliwung, Rabu (6/8/2014).

Dalam sidang dengan agenda pengajuan replik tersebut, Hakim Ketua, Ujang Abdullah, mengatakan permohonan dari kuasa hukum penggugat, Istohari, baru bisa dipertimbangkan setelah bukti-bukti masuk dalam persidangan.

"Sampai sekarang majelis hakim melihat masih belum mempertimbangkan. Karena, ini kan masih dalil-dalil. Nanti kalau bukti-bukti sudah masuk, baru majelis hakim mempertimbangkan," kata Ujang, di ruang persidangan, Rabu (6/8/2014).

Permohonan penundaan SK Gubernur tersebut diajukan pihak penggugat lantaran sudah ada pembangunan yang dilakukan di empat titik untuk normalisasi Ciliwung. Padahal, izin atau analisis dampak lingkungan (amdal) masih dalam rancangan.

Pembangunan ini, lanjut Istohari, sudah mulai sejak 2013 sampai dengan 2016. "Jadi kita minta ditunda karena teman-teman ini khawatir kalau ini berjalan terus," ujar Istohari.

Dalam persidangan itu, hakim mempersilakan kedua belah pihak untuk mengajukan pihak lain yang terkait dengan objek gugatan.

Setelah replik yang diajukan komunitas ini, pihak tergugat yang diwakili Haratua DP Purba dari biro hukum Pemprov DKI menyatakan akan melakukan duplik dengan waktu satu minggu. Majelis memutuskan akan melanjutkan persidangan pada tanggal 13 Agustus 2014.

Komunitas Ciliwung Condet menggugat surat keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo nomor 365 tahun 2014 tertanggal 13 Maret 2014 tentang penetapan lokasi untuk normalisasi Ciliwung dari Jalan TB Simatupang sampai dengan Kampung Melayu.

Gugatan didaftarkan komunitas ini di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) 9 Juli 2014 dengan nomor perkara 114/G/2014/PTUN-JKT.

Dalam pokok sengketanya, Komunitas Ciliwung Condet meminta agar PTUN mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya. Mereka juga meminta agar SK Gubernur DKI nomor 365 tahun 2014 dibatalkan atau dinyatakan tidak sah. Pihaknya juga berharap PTUN memerintahkan tergugat mencabut SK Gubernur tersebut.

Sementara dalam hal penundaan, komunitas ini meminta agar PTUN mengabulkan permohonan penundaan pelaksanaan SK Gubernur DKI nomor 365 tahun 2014 tersebut, sampai mempunyai kekuatan hukum tetap dalam perkara ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Megapolitan
Mulai Hari Ini, KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Cagub Independen

Mulai Hari Ini, KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Cagub Independen

Megapolitan
Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Megapolitan
Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com