Keringat terlihat mengucur deras dari dahi Marzuki (46), lelaki itu. Dalam balutan kaos lengan panjang putih oranye, celana training biru, dan sepatu kets, dia tak pelit memasang senyum kepada murid-muridnya.
Marzuki adalah guru honorer olahraga di SD tersebut. Namun, Marzuki yang sama, adalah mantan atlet sepakbola yang pernah menorehkan sederet prestasi pada masa mudanya.
Dijumpai Warta Kota, Rabu (3/9/2014), Marzuki tengah melatih murid-muridnya pelajaran atletik, tepatnya lari. Ketika sudah ada kesempatan berbincang, Marzuki mengatakan pekerjaan ini memberinya pendapatan Rp 1 juta sebulan.
Marzuki sudah 10 tahun menjadi guru honorer. Permohonan menjadi pegawai negeri sudah dia tujukan kepada Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, tetapi sampai saat berbincang itu statusnya masih sama.
Sederet prestasi yang pernah ditorehkan Marzuki, pada hari ini seolah hanya kenangan. Dia adalah pemain terbaik Pekan Olahraga Pelajar Seluruh Indonesia (Popsi) pada 1984. Lalu, timnya meraih medali perunggu pada Kejuaraan Sepakbola Pelajar Seluruh Indonesia di Jakarta pada 1984.
Di tingkat regional, Marzuki adalah bagian dari tim yang merebut medali emas, the 14th Asian Schools Internationmal Football Tournament di Jakarta pada 1985. Kemudian, dia juga menjadi skuat peraih medali perunggu di Turnamen-I, HUT X Persija Timur Piala Gubernur di Jakarta 1986.
Pasangan atlet
Lagi-lagi, Marzuki adalah salah satu pemain yang mewakili Indonesia dan mendapatkan 2nd Asian Youth U16 Championship di Doha, Qatar pada tahun 1986. Adapun pada masa dewasa, Marzuki adalah striker di klub Barito pada 1991-1992, dan pada 1994-1995 dia memperkuat klub Bandung Raya. Marzuki mengantungi pula sertifikat kepelatihan C AFC.
Perbincangan lalu berlanjut di kontrakan yang ditempati Marzuki sekarang, di Jalan Istiqomah RT 12 RW 09 No 96 Kelapadua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur, Rabu (3/9/2014) siang. Kontrakan ini dia sewa seharga Rp 800.000 per bulan, untuk ruangan yang berupa ruang tamu sempit, satu kamar tidur, dan dapur.
Untuk menopang kehidupan dan ongkos sewa kontrakan, Marzuki pun bekerja sambilan dengan menjadi pelatih di Sekolah Sepak Bola Gala Prima di Senayan, setiap hari Minggu. "Honornya Rp 800.000 sebulan."
Marzuki dan istrinya punya lima anak, tapi hanya dua anaknya yang ikut bersama pasangan ini di rumah kontrakan tersebut. Sang istri, Dyah (50), juga adalah mantan atlet, tapi di bidang atletik, tepatnya lompat jauh dan lempar lembing. Dyah pernah menjadi juara di ajang Popsi se-Jawa Timur pada 1973.
Selama ini, Dyah membantu suaminya menopang kehidupan keluarga mereka dengan melakoni usaha katering kecil-kecilan. "Paling sebulan cuma dapat Rp 1,5 juta," sebut dia.
"Gaji suami sebagai honorer cuma segitu mana cukup. Makanya saya kemarin ke Balai Kota, saya minta agar BKD menjadikan suami saya sebagai PNS bukan honorer lagi," tutur Dyah bersemangat. "Bisa dilihat dari prestasinya sebagai atlet. Kami sebagai atlet merasa dibuang begitu saja."
(Mohamad Yusuf/Hertanto Soebijoto)