R, yang mengantarkan istrinya berobat di klinik tersebut, menceritakan mengenai kejanggalan-kejanggalan itu. Ketika kali pertama berobat, pasien dimintai nomor telepon dan diminta untuk menjalani pemeriksaan USG. R pun sempat mengeluarkan uang Rp 800.000.
R merasakan kejanggalan ketika istrinya meminta hasil USG. Pihak klinik tidak memperbolehkan hasil tersebut dibawa pulang. R pun menyanggupi. Namun, setelah itu, muncul lagi kejanggalan-kejanggalan lainnya.
"Hampir setiap hari diteleponin kayak neror, 24 jam-lah pokoknya suruh cek ini, cek itu. Jadi ya kita juga ngerasa takut. Bilangnya, kalo enggak diobatin, nanti jadi lebih parah," kata R kepada Kompas.com, Jumat (19/9/2014).
Menurut R, dia dan istrinya sempat berencana tidak melanjutkan pengobatan di sana. Namun, karena perawat yang juga penerjemah dokter asing di klinik tersebut terus menelepon, mereka akhirnya berobat lagi. Sebab, mereka merasa ketakutan dengan ancaman-ancaman tersebut. Disebutkan, ada kapas dalam vagina istri R. Untuk pengobatan kedua itu, ia mengeluarkan uang Rp 400.000.
Namun, R dan istrinya mencari pendapat dari dokter lain, dengan memeriksakan diri ke Rumah Sakit Husada. Hasil pemeriksaan pun berbeda. Tidak ada kapas di dalam vagina, seperti yang disebutkan oleh pihak Klinik Metropole.
Ketika dokter dari RS Husada mengecek, kuitansi yang diberikan oleh pihak Klinik Metropole ternyata tidak resmi dan tanpa disertai keterangan NIK.
R mengaku pasrah terhadap kerugian sejumlah uang yang ia keluarkan untuk berobat di klinik tersebut. Akan tetapi, R akan ikut menuntut pengembalian uang jika banyak korban lain meminta ganti rugi.
"Ya, pasrah sih, jadi pelajaran aja. Cuma, kalau misalnya korban malapraktik lain minta ganti rugi, ya ikutan juga," ucapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.