Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Saliri, Si Penjaga Pintu Air

Kompas.com - 03/10/2014, 07:00 WIB
Christina Andhika Setyanti

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sampah-sampah terlihat menggenang di pintu air capitol. Botol-botol bekas, balok kayu bekas bangunan, daun-daun kering, plastik bekas makanan yang menggenang membuat daerah pintu air yang berada di wilayah Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, jadi nampak kotor. 

Di stasiun pintu air, tampak sesosok pria nampak sedang membersihkan kain pel yang sudah digunakannya untuk membersihkan lantai stasiun pintu air. Dia adalah Saliri, sang penjaga kebersihan pintu air.

"Bukan saya yang jaga di sini. Kalau yang jaga di sini, lagi nggak ada," jawab dia saat ditanya mengapa masih banyak sampah di pintu air capitol di masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.

Saliri bukan orang baru dalam urusan bersih-bersih kali. Sejak tahun 1999, ia bergelut dengan sampah di sekitar pintu air sebagai bagian dari Dinas Kebersihan. Ini artinya, ia bergelut dengan sampah-sampah yang dibuang orang-orang ke sungai selama 15 tahun.

Saliri mengatakan, tugasnya adalah membersihkan sampah di pintu air Pasar Baru. Pintu air Pasar Baru ini terletak tepat di seberang pintu air capitol di Masjid Istiqlal. Meski demikian, katanya, sampah yang ada di pintu air Pasar Baru juga sama banyaknya dengan sampah di pintu air capitol.

"Kalau di Pasar Baru lebih banyak botol minuman plastik," ujarnya.

Untuk mengambil sampah-sampah ini, Saliri menggunakan berbagai peralatan sederhana, yaitu getek bambu, galah dan jaring. "Bukan masalah apa-apa sih, kalau pakai perahu karet bisa bolong kena paku, kalau yang pakai drum di bawahnya itu bisa miring nggak seimbang. Makanya lebih enak pakai getek," jelasnya. 

Terkadang, ia juga mengambil sampah-sampah tersebut dengan menggunakan kedua belah tangannya.

Ketika bertemu dengan Wakil Menteri Pekerjaan Umum, Hermanto Dardak, Saliri sedikit menumpahkan keluh kesahnya. Ia mengatakan, tak semua wilayah pintu air punya getek dan jaring untuk membersihkan sampah. Namun, setiap stasiun pintu airnya justru punya perahu karet.

"Makanya pak, kalau boleh di sini ditambahin getek. Saya juga yang bersihin sampahnya juga nggak apa-apa deh, asal fasilitasnya ada," papar Saliri. 

Setiap harinya, pria bertubuh kurus dan berkulit coklat gelap ini mengambil semua sampah yang terkumpul mengambang di dekat pintu air. "Sampahnya banyak banget, geteknya bisa sampai penuh (sampah, red)," katanya.

Dalam satu hari, ia bertugas mengambil sampah dua kali sehari, pagi dan sore. Ia mulai mengayuh getek dan menjaring semua sampah-sampah ini pada pukul 07.30 WIB dan pukul 16.00 WIB.

Sampah jadi masalah utama pintu air

Tak cuma Saliri yang mengeluhkan banyaknya sampah di pintu air. Wakil Menteri Pekerjaan Umum, Hermanto Dardak, mengatakan, sampah adalah masalah utama dalam upaya normalisasi sungai.

"Susah memang kalau sudah kebiasaan (buang sampah di sungai). Padahal ini kan di dekat ibadah, kok masih buang sampah di sungai?" keluh Hermanto saat melakukan kunjungan normalisasi kali Ciliwung di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.

Ia mengatakan, sampah-sampah yang terkumpul setiap harinya di banjir kanal barat dan timur, jumlahnya cukup besar. "Sampahnya bisa sampai 9-10 ton per hari," katanya.

Namun, setelah proyek normalisasi kali Ciliwung Lama mulai dikerjakan, ia mengklaim sampah di masing-masing banjir kanal sudah berkurang menjadi 6 ton kurang.

"Untuk mengatasi masalah sampah ini, Kami mencoba melakukan pengerukan dasar sungai, melakukan 3R dan pengolahan kompos di beberapa lokasi seperti di Halim dan di jembatan Kalimalang," ujar Hermanto.



 



Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

Megapolitan
Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Megapolitan
8 Pasien DBD Masih Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

8 Pasien DBD Masih Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

Megapolitan
Pengelola Imbau Warga Tak Mudah Tergiur Tawaran Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Pengelola Imbau Warga Tak Mudah Tergiur Tawaran Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Megapolitan
UPRS IV: Banyak Oknum yang Mengatasnamakan Pengelola dalam Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru

UPRS IV: Banyak Oknum yang Mengatasnamakan Pengelola dalam Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Megapolitan
9 Jam Berdarah: RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

9 Jam Berdarah: RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

Megapolitan
Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

Megapolitan
Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Megapolitan
Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Megapolitan
Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Megapolitan
Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com