Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kapolri: Penanganan Kasus MA karena Pornografi, Bukan karena Jokowi

Kompas.com - 30/10/2014, 18:03 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Polri Jenderal Polisi Sutarman menegaskan bahwa pihaknya bergerak cepat menangkap MA karena pemuda berusia 23 tahun itu menyebarkan gambar yang mengandung unsur pornografi.

Sutarman membantah jika gerak cepat Polri dalam memproses hukum MA disebut karena pemuda itu diduga menghina Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan menyebarkan gambar tidak pantas melalui media sosial yang memuat wajah Jokowi.

"Begitu kita lakukan tindakan, heboh. Loh, kenapa dihebohkan? (Penangkapan) bukan karena Pak Jokowinya. Ini karena pornografinya," kata Sutarman di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (30/10/2014).

Sutarman menilai, dampak penyebaran gambar yang dilakukan MA bisa fatal. Penyebaran unsur pornografi melalui media sosial bisa merusak generasi muda. Dikhawatirkan, gambar yang disebarkan MA melalui media sosial tersebut dikonsumsi anak-anak, kemudian mendorong mereka untuk melakukan kejahatan seksual.

"Itu tidak memberikan pendidikan, pembelajaran bagi anak-anak kecil, berbahaya. Anak-anak kecil bisa melakukan kejahatan-kejahatan seksual di mana-mana, itu adalah dampak pornografi," ucap Sutarman.

Sutarman menambahkan, dugaan pelanggaran Undang-Undang Pornografi membedakan antara penanganan kasus MA dan kasus dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan petinggi tabloid Obor Rakyat, Setiyardi Budiono dan Darmawan Sepriyossa.

Penanganan kasus Setiyardi yang diduga mencemarkan nama baik Jokowi itu terasa lebih lamban. Ketika Setiyardi dilaporkan ke polisi, Jokowi belum menjabat sebagai presiden. Namun, Sutarman membantah adanya kaitan jabatan Jokowi dengan penanganan kasus di kepolisian.

"Enggak ada. Sekarang kan Obor Rakyat itu, setelah (Jokowi) jadi presiden, kan belum juga (selesai)" kata dia.

Hingga kini, kepolisian masih mendalami kedua kasus tersebut. Kepolisian, menurut Sutarman, masih memeriksa MA untuk menggali motif di balik penyebaran gambar tersebut.

MA, pemuda asal Ciracas, Jakarta Timur, ditangkap Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Kamis (23/10/2014). MA diduga menyunting gambar wajah Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan Presiden Jokowi ke dalam sebuah gambar porno.

"Dia (MA) dijerat pasal pornografi dilapis pasal pencemaran nama baik," ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Kamil Razak dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Rabu kemarin.

Selain pasal dalam UU Pornografi, MA juga dijerat Pasal 310 dan 311 Undang-Undang KUHP tentang Pencemaran Nama Baik. Barang bukti yang digunakan polisi adalah akun Facebook atas nama pelaku. MA terancam hukuman 12 tahun penjara.

Beragam reaksi muncul di publik, terutama di media sosial. Ada yang mendukung langkah kepolisian, ada pula yang mengkritik dengan berbagai alasan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Megapolitan
Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Megapolitan
Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Megapolitan
Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Megapolitan
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Megapolitan
Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Megapolitan
Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Megapolitan
Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Megapolitan
Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com