"Kami berbeda pendapat dengan hakim dalam memutuskan obyek perkara ini karena beliau mengatakan ini bukan obyek kewenangan pengadilan," kata Todung seusai sidang di PTUN, Jakarta, Selasa (24/2/2015).
Pihaknya justru beranggapan bahwa penolakan grasi oleh presiden harus dilihat sebagai keputusan tata usaha negara. Namun, hakim menilai, tindakan presiden dalam hal grasi bukan dalam melaksanakan urusan pemerintahan sehingga PTUN tidak dapat mengabulkan gugatan penggugat. Atas putusan itu, pihaknya berencana melakukan banding kembali. (Baca: Gugatan Terpidana Mati "Bali Nine" ke Jokowi Ditolak PTUN)
"Kami terima, tapi kami juga menyampaikan perlawanan. Kami diberikan waktu 14 hari untuk perlawanan," ujar Todung.
Sebelumnya, gugatan dua terpidana mati sindikat narkoba Bali Nine, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan, ditolak oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jakarta, Selasa (24/2/2015). Majelis hakim menilai bahwa gugatan tersebut tidak termasuk dalam wewenang pengadilan. Hakim tunggal yang memimpin jalannya persidangan, Hendro Puspito, memutuskan, untuk menolak gugatan keduanya. (Baca: Duo "Bali Nine" Gugat Jokowi di PTUN )
"Menyatakan, gugatan penggugat tidak diterima. Menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 131.000," kata Hendro dalam amar putusannya, di ruang sidang Cakra, PTUN.
Dalam pertimbangannya, Hendro menyatakan bahwa prosedur pemberian grasi oleh presiden sudah diatur dalam Udang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi juncto Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi oleh Presiden. Hendro menyatakan, penggugat mengeluarkan obyek gugatan a quo (tersebut) karena termasuk hak prerogatif presiden berdasarkan kewenangan yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945, dan merupakan kewenangan presiden yang bersifat yudisial.
Hendro menyatakan, tindakan presiden dalam hal grasi bukan dalam melaksanakan urusan pemerintahan sehingga PTUN tidak dapat mengabulkan gugatan penggugat. "Oleh karenanya, Pengadilan Tata Usaha Negara tidak berwenang mengadili obyek gugatan a quo karena bukan merupakan sengketa tata usaha negara," ujar Hendro.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.