Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Dendam Politik DPRD DKI terhadap Ahok"

Kompas.com - 27/02/2015, 08:35 WIB
Jessi Carina

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Permasalahan draf APBD dinilai bukan penyebab utama para anggota DPRD DKI yang mengajukan hak angket dalam sidang paripurna kemarin. Pengamat politik, Sebastian Salang, menilai, pengajuan hak angket atas kebijakan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tidak lebih dari dendam politik saja.

"Persoalannya angket ini merupakan muara dari akumulasi persoalan sehingga angket ini lebih kepada dendam politik DPRD ke Ahok yang selama ini tidak mau kompromi," ujar Sebastian, kepada Kompas.com, Jumat (27/2/2015).

Sebastian menekankan, akar permasalahan perseteruan Basuki atau Ahok dengan DPRD DKI adalah soal komunikasi politik. Ada proses komunikasi yang tersumbat antara eksekutif dan legislatif itu.

Sebastian mengatakan, hal tersebut sudah terjadi sejak Ahok masih menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI. Setelah Ahok dilantik menjadi Gubernur, masalah komunikasi ini mencapai tahap krisis yang semakin hari semakin tidak ada solusi.

Ketika Ahok mengirimkan draf APBD bukan hasil pembahasan dengan DPRD DKI kepada Kemendagri, kata Sebastian, hal ini seakan membuka semua luka. Hal ini dinilai sebagai puncak kemarahan DPRD akan sikap Ahok selama ini. Itulah sebabnya persoalan APBD bukan menjadi satu-satunya yang dipermasalahkan anggota Dewan dalam sidang paripurna kemarin. Masalah sikap Ahok selama ini juga ikut dipersoalkan dalam hak angket.

"Satu sisi, Ahok ingin membangun sistem transparansi. Tapi, di sisi lain, DPRD merasa punya kekuasaan dalam mengesahkan anggaran. Keduanya ini dihubungkan dalam hubungan komunikasi yang ekstrem. DPRD ego, Ahok ego. Maka, hak angket-lah yang terjadi," ujar Sebastian.

Sebastian mengatakan, hak angket memang hak DPRD DKI untuk menyelidiki penyalahgunaan undang-undang oleh pembuat kebijakan. Dalam hal ini, pembuat kebijakan ialah Ahok sebagai Gubernur. DPRD harus membuktikan penyalahgunaan undang-undang yang dilakukan oleh Ahok. Jika terbukti, Ahok dapat dikenai sanksi administratif atau bahkan pidana. Namun, kalau tidak terbukti, hak angket akan berhenti begitu saja.

"Tapi, itu kalau hak angketnya obyektif. Gubernur tidak perlu khawatir," ujar Sebastian.

Namun, Sebastian menilai, hak angket tidak dapat lagi dilakukan secara obyektif. Anggota Dewan memiliki dendam yang sudah terpupuk sejak lama akibat hubungan yang buruk antara keduanya. Kondisi ini pun tidak hanya berakhir krisis bagi DPRD DKI dan Ahok sendiri, tetapi juga menjadi krisis bagi masyarakat Jakarta. Hal ini karena dua pihak yang telah mereka pilih langsung justru sedang sibuk berkonflik.

Hak angket untuk Ahok

Berdasarkan paripurna kemarin, sebanyak 106 anggota DPRD DKI secara bulat mendukung penuh pengajuan hak angket terhadap Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama. Adapun alasan pengajuan hak angket terkait dengan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) APBD DKI 2015. Basuki dianggap telah melakukan pelanggaran serius karena tidak mengirimkan Raperda APBD DKI 2015 yang menjadi usulan bersama anggota DPRD dan Pemprov DKI.

Mantan Bupati Belitung Timur itu dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR/DPR/DPD/DPRD.

Selain itu, Basuki dinilai melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, PP Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, PP Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD, Peraturan Mendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Mendagri Nomor 37 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2015, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 46/PMK.02/2006 tentang Tata Cara Penyampaian Informasi Keuangan Daerah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Naedi Acungkan Jempol dan Tersenyum Usai Faizal Terhasut Bunuh Sang Paman di Pamulang

Naedi Acungkan Jempol dan Tersenyum Usai Faizal Terhasut Bunuh Sang Paman di Pamulang

Megapolitan
PDI-P Bebaskan Sekda Supian Suri Pilih Bakal Calon Wakil Wali Kota di Pilkada 2024

PDI-P Bebaskan Sekda Supian Suri Pilih Bakal Calon Wakil Wali Kota di Pilkada 2024

Megapolitan
Dibacok Empat Kali oleh Keponakan yang Dendam, Penyebab Pria di Pamulang Tewas di Tempat

Dibacok Empat Kali oleh Keponakan yang Dendam, Penyebab Pria di Pamulang Tewas di Tempat

Megapolitan
Banyak Motor Lewat Trotoar di Matraman, Diduga akibat Penyempitan Jalan Imbas Proyek LRT

Banyak Motor Lewat Trotoar di Matraman, Diduga akibat Penyempitan Jalan Imbas Proyek LRT

Megapolitan
Bunuh Pamannya, Faizal Emosi Dibangunkan Saat Baru Tidur untuk Layani Pembeli di Warung

Bunuh Pamannya, Faizal Emosi Dibangunkan Saat Baru Tidur untuk Layani Pembeli di Warung

Megapolitan
Hindari Kecurigaan, Faizal Sempat Simpan Golok untuk Bunuh Pamannya di Atas Tumpukan Tabung Gas

Hindari Kecurigaan, Faizal Sempat Simpan Golok untuk Bunuh Pamannya di Atas Tumpukan Tabung Gas

Megapolitan
Minta Dishub DKI Pilah-pilah Penertiban, Jukir Minimarket: Kalau Memaksa, Itu Salah

Minta Dishub DKI Pilah-pilah Penertiban, Jukir Minimarket: Kalau Memaksa, Itu Salah

Megapolitan
Babak Baru Kasus Panca Pembunuh 4 Anak Kandung, Berkas Segera Dikirim ke PN Jaksel

Babak Baru Kasus Panca Pembunuh 4 Anak Kandung, Berkas Segera Dikirim ke PN Jaksel

Megapolitan
KPU DKI Beri Waktu Tiga Hari ke Dharma Pongrekun untuk Unggah Bukti Dukungan Cagub Independen

KPU DKI Beri Waktu Tiga Hari ke Dharma Pongrekun untuk Unggah Bukti Dukungan Cagub Independen

Megapolitan
Mahasiswa Unjuk Rasa di Depan Istana Bogor, Minta Jokowi Berhentikan Pejabat yang Antikritik

Mahasiswa Unjuk Rasa di Depan Istana Bogor, Minta Jokowi Berhentikan Pejabat yang Antikritik

Megapolitan
Banyak Motor Lewat Trotoar di Matraman, Warga: Sudah Jadi Pemandangan yang Umum Setiap Pagi

Banyak Motor Lewat Trotoar di Matraman, Warga: Sudah Jadi Pemandangan yang Umum Setiap Pagi

Megapolitan
Menolak Ditertibkan, Jukir Minimarket: Besok Tinggal Parkir Lagi, Bodo Amat...

Menolak Ditertibkan, Jukir Minimarket: Besok Tinggal Parkir Lagi, Bodo Amat...

Megapolitan
3 Pemuda di Kalideres Sudah 5 Kali Lakukan Penipuan dan Pemerasan Lewat Aplikasi Kencan

3 Pemuda di Kalideres Sudah 5 Kali Lakukan Penipuan dan Pemerasan Lewat Aplikasi Kencan

Megapolitan
Kejari Jaksel: Rubicon Mario Dandy Dikorting Rp 100 Juta Agar Banyak Peminat

Kejari Jaksel: Rubicon Mario Dandy Dikorting Rp 100 Juta Agar Banyak Peminat

Megapolitan
Jebak Korban di Aplikasi Kencan, Tiga Pemuda di Kalideres Kuras 'Limit Paylater' hingga Rp 10 Juta

Jebak Korban di Aplikasi Kencan, Tiga Pemuda di Kalideres Kuras "Limit Paylater" hingga Rp 10 Juta

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com