Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Penjelasan Mengapa Pemenang Tender UPS Bisa Toko Fotokopi

Kompas.com - 06/03/2015, 08:44 WIB
Jessi Carina

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Keributan antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan DPRD DKI tiap hari semakin memanas. Puncaknya ialah kemarin ketika Kementerian Dalam Negeri mempertemukan keduanya dalam rangka mediasi.

Mediasi itu berakhir ricuh. Pihak Kemendagri mengatakan, kedua belah pihak bertahan dengan pendapatnya masing-masing soal APBD.

Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Ade Irawan, mengatakan, korupsi APBD yang terjadi di Jakarta ini juga terjadi di wilayah lain. ICW pun dapat memetakan bahwa modus korupsi kebanyakan dilakukan sejak tahap perencanaan.

"Modusnya bergantung pada proses APBD. Prosesnya itu kan ada perencanaan, implementasi, dan pertanggungjawaban. Paling rawan itu di perencanaan," ujar Ade kepada Kompas.com, Jumat (6/3/2015).

Pada tahap perencanaan ini, Ade mengatakan, modus dilakukan dengan memanipulasi proyek pengadaan. Contohnya, pemerintah ingin membeli sebuah komputer. Spesifikasi pengadaan komputer itu sudah diatur agar dapat diarahkan ke perusahaan tertentu. Jika sudah seperti itu, kata Ade, hal yang terjadi di lapangan adalah masyarakat tidak mendapat barang yang dibutuhkannya.

"Misal pengadaan A dan B telah diatur seperti itu. Akibatnya, yang dibutuhin apa yang diadain apa," ujar Ade.

Modus lain adalah yang ditemukan ICW adalah manipulasi tender. Perusahaan-perusahaan pemenang tender itu sudah dipastikan menang sejak awal. Lelang tender pun menjadi langkah formalitas saja. Ade mengatakan, pada tahap ini biasanya pihak perusahaan juga sudah bermain-main dengan eksekutif dan legislatif agar dapat memenangkan tender.

Dengan praktik inilah, kata Ade, menjadi hal yang wajar jika kantor perusahaan pemenang tender justru sebuah tempat fotokopi. Hal ini karena sudah ada kesepakatan antara pemerintah dan perusahaan. Survei kantor pun menjadi tidak diperlukan lagi.

Lantas, siapa yang sering "bermain" dalam korupsi APBD ini?

"Yang terlibat ya yang punya kekuasaan, eksekutif, dan legislatif. Pengusaha juga sering terlibat," ujar Ade.


Ahok berbeda

Berdasarkan data tren korupsi 2014 Indonesia yang dimiliki ICW, kasus korupsi yang terjadi pada semester pertama "dijuarai" oleh pemerintah daerah, yaitu sebanyak 97 kasus. Pada semester dua, jumlahnya bertambah menjadi 108 kasus. Sementara itu, kasus korupsi yang dilakukan DPRD justru lebih rendah.

Pada semester pertama, ada 21 kasus korupsi yang terjadi di badan DPRD. Jumlahnya menurun menjadi 14 kasus di semester kedua. Atas dasar ini, Ade Irawan mengatakan, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama begitu berbeda dengan kepala daerah lain.

Terlepas dari anggaran siluman yang ditudingkan Basuki kepada DPRD itu terbukti atau tidak, kata Ade, itu sudah menunjukkan bahwa Basuki tidak berkompromi dengan DPRD. Tidak ada kerja sama dalam mencuri uang negara antara keduanya. Basuki justru mencoba membongkar dugaan korupsi yang dilakukan DPRD.

"Bedanya Ahok, justru dia yang bongkar," ujar Ade.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Disuruh Beli Rokok tapi Tidak Pulang-pulang, Ternyata AF Diamuk Warga

Disuruh Beli Rokok tapi Tidak Pulang-pulang, Ternyata AF Diamuk Warga

Megapolitan
Korban Pelecehan Payudara di Jaksel Trauma, Takut Saat Orang Asing Mendekat

Korban Pelecehan Payudara di Jaksel Trauma, Takut Saat Orang Asing Mendekat

Megapolitan
Dilecehkan Pria di Jakbar, 5 Bocah Laki-laki Tak Berani Lapor Orangtua

Dilecehkan Pria di Jakbar, 5 Bocah Laki-laki Tak Berani Lapor Orangtua

Megapolitan
Rute Transjakarta 12C Waduk Pluit-Penjaringan

Rute Transjakarta 12C Waduk Pluit-Penjaringan

Megapolitan
Rute KA Gumarang, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Gumarang, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Kronologi Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan Payudara, Pelaku Diduga Pelajar

Kronologi Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan Payudara, Pelaku Diduga Pelajar

Megapolitan
Masuk Rumah Korban, Pria yang Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar Ngaku Salah Rumah

Masuk Rumah Korban, Pria yang Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar Ngaku Salah Rumah

Megapolitan
Cegah Penyebaran Penyakit Hewan Kurban, Pemprov DKI Perketat Prosedur dan Vaksinasi

Cegah Penyebaran Penyakit Hewan Kurban, Pemprov DKI Perketat Prosedur dan Vaksinasi

Megapolitan
Viral Video Gibran, Bocah di Bogor Menangis Minta Makan, Lurah Ungkap Kondisi Sebenarnya

Viral Video Gibran, Bocah di Bogor Menangis Minta Makan, Lurah Ungkap Kondisi Sebenarnya

Megapolitan
Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Megapolitan
Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Megapolitan
Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Megapolitan
Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Megapolitan
Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Megapolitan
Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com