Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Komunikasi Tidak Beretika Lebih Berbahaya daripada Koruptor"

Kompas.com - 25/03/2015, 11:34 WIB
Jessi Carina

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik Emrus Sihombing menyesalkan adanya pembenaran dari masyarakat soal bahasa toilet yang dilontarkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dalam wawancara bersama Kompas TV. Emrus mengatakan, ada pandangan yang membenarkan ucapan kasar dilontarkan salam acara televisi selama itu ditujukan kepada koruptor.

"Menurut saya itu pandangan orang yang belum tahu teori komunikasi. Justru saya berpendapat komunikasi tidak beretika jauh lebih berbahaya daripada koruptor," ujar Emrus kepada Kompas.com, Rabu (25/3/2015).

Emrus mengomentari hal tersebut dari aspek keilmuwan. Menurut dia, perilaku manusia dibentuk dari sebuah komunikasi. Dia mengibaratkan, jika ada bayi yang baru lahir diletakkan dalam lingkungan orang jahat, bayi tersebut akan tumbuh sebagai orang jahat. Hal ini karena proses komunikasi yang dijalani bayi itu adalah untuk menjadi penjahat pula.

Emrus menyesalkan sikap Ahok (sapaan Basuki) yang mengucapkan kata kotor dalam live wawancara televisi. Menurut Emrus, Ahok merupakan seorang pemimpin yang memiliki tugas mendidik dan mengayomi masyarakatnya. Dengan berucap seperti itu, kata Emrus, dikhawatirkan bahasa toilet menjadi lazim digunakan.

Hal ini karena sudah ada contoh langsung dari seorang pemimpin. Hal inilah yang ia nilai lebih berbahaya dari koruptor. Seorang koruptor bisa langsung dihukum jika terbukti korupsi sementara berkomunikasi dengan tidak beretika bisa dicontoh masyarakat banyak dan menjadikannya budaya baru.

Menurut Emrus, ada dua model pemikiran yang beredat di masyarakat mengenai hal ini, yaitu lebih baik seseorang berkata kotor dan kasar selama ia memerangi korupsi daripada seseorang yang berkata santun akan tetapi justru melakukan korupsi.

"Pilihan itu menyesatkan. Kenapa? Karena menafikkan bahwa ada pilihan ketiga, yaitu memberantas korupsi tapi tegas dan sopan," ujar Emrus.

Emrus mengatakan, pemberantasan korupsi lebih baik dilakukan dengan sikap yang tegas dan santun.

Selain itu, dia juga menyesalkan adanya sanksi yang diberikan kepada Kompas TV oleh Komisi Penyiaran Indonesia terkait ucapan tersebut. Emrus menilai, Kompas TV tidak bersalah karena ucapan tersebut terlontar dari seorang gubernur. Seorang gubernur diposisikan sebagai pejabat negara yang paham etika sehingga tidak mungkin berbuat hal yang melanggar etika. "Hukuman paling tinggi itu seharusnya sampai teguran lisan saja," ujar Emrus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Teka-teki yang Belum Terungkap dari Pembunuhan Wanita Dalam Koper di Cikarang

Teka-teki yang Belum Terungkap dari Pembunuhan Wanita Dalam Koper di Cikarang

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper | Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

[POPULER JABODETABEK] RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper | Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Megapolitan
Rute KA Argo Cheribon, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Argo Cheribon, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Polisi Grebek Laboratorium Narkoba di Perumahan Elite Kawasan Sentul Bogor

Polisi Grebek Laboratorium Narkoba di Perumahan Elite Kawasan Sentul Bogor

Megapolitan
Bau Sampah Terasa Menyengat di Lokbin Pasar Minggu

Bau Sampah Terasa Menyengat di Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
Ini Tujuan Benyamin Ikut Penjaringan Bakal Cawalkot Tangsel di Tiga Partai Rival

Ini Tujuan Benyamin Ikut Penjaringan Bakal Cawalkot Tangsel di Tiga Partai Rival

Megapolitan
Usaha Dinsos Bogor Akhiri Perjalanan Mengemis Rosmini dengan Telusuri Keberadaan Keluarga

Usaha Dinsos Bogor Akhiri Perjalanan Mengemis Rosmini dengan Telusuri Keberadaan Keluarga

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Sempat Tinggalkan Jasad Korban di Hotel

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Sempat Tinggalkan Jasad Korban di Hotel

Megapolitan
Dipecat karena Dituduh Gelapkan Uang, Ketua RW di Kalideres: Buat Apa Saya Korupsi Kalau Datanya Lengkap

Dipecat karena Dituduh Gelapkan Uang, Ketua RW di Kalideres: Buat Apa Saya Korupsi Kalau Datanya Lengkap

Megapolitan
Sudah Sepi Pembeli, Uang Retribusi di Lokbin Pasar Minggu Naik 2 Kali Lipat

Sudah Sepi Pembeli, Uang Retribusi di Lokbin Pasar Minggu Naik 2 Kali Lipat

Megapolitan
Benyamin-Pilar Kembalikan Berkas Penjaringan Pilkada Tangsel, Demokrat Sambut dengan Nasi Kebuli

Benyamin-Pilar Kembalikan Berkas Penjaringan Pilkada Tangsel, Demokrat Sambut dengan Nasi Kebuli

Megapolitan
Sehari Berlalu, Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Belum Ditemukan

Sehari Berlalu, Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Belum Ditemukan

Megapolitan
Polisi Masih Observasi Kondisi Kejiwaan Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng

Polisi Masih Observasi Kondisi Kejiwaan Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng

Megapolitan
Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Megapolitan
Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com