"Ijazah palsu itu sudah isu lama banget. Banyak yang tergiur itu menunjukkan bahwa masyarakat kita itu gila gelar. Lucunya, banyak para pesohor itu tertarik juga lho beli ijazah-ijazah begitu supaya gagah dan dipasang di kartu namanya. Padahal, isinya kosong, artinya otaknya kosong," ujar dia di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (27/5/2015).
Atas dasar itu, Djarot meminta agar warga tidak lagi menjadikan gelar akademik sebagai tolak ukur untuk menilai seseorang. Apalagi bila penilaian itu terkait dengan kecerdasan.
"Kalau melihat orang jangan cuma dilihat dari gelarnya, tapi dari proses gimana dia mendapat gelar itu. Bisa dilihat dari gimana kerangka berpikirnya, cara bicara, kemudian kemampuan akademis dan intelektual," kata mantan Wali Kota Blitar itu.
Djarot menyatakan mendukung Kemenristek dan Dikti untuk membuka nama-nama perguruan tinggi yang disinyalir menerbitkan dan menjual ijazah palsu. Tujuannya, agar warga tidak tertipu untuk mendaftarkan diri di perguruan tinggi itu.
"Kalau menurut saya dibuka aja supaya masyarakat tahu dan enggak ketipu universitas abal-abal. Masyarakat kita kan mudah ketipu. Keluarin biaya Rp 60 juta untuk jadi doktor, doktor apaan itu," ujar dia.
Kasus pembuatan ijazah palsu terbongkar setelah polisi menahan dua tersangka praktik ilegal tersebut. Keduanya ditangkap di kiosnya yang ada wilayah Salemba, Jakarta Pusat, berhadapan dengan Jalan Raya Pramuka, Matraman. Kedua tersangka mematok biaya Rp 3 juta hingga Rp 45 juta untuk pembuatan ijazah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.