Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Krishna Murti, Selasa (16/6), mengatakan, guru yang berinisial IWN tersebut menjalankan aksinya dengan kedok kegiatan ekstrakurikuler. Pelaku adalah guru honorer merangkap pelatih pasukan pengibar bendera (paskibra) di sejumlah sekolah. Korbannya adalah murid kelas V-VI berusia 10-12 tahun.
Menurut Krishna, kejahatan itu dimungkinkan terjadi karena kegiatan ekstrakurikuler berupa baris-berbaris dijadwalkan hari Sabtu. Hari Sabtu sekolah pada umumnya libur dan tidak ada guru lain yang bertugas.
Para orangtua siswa melepas anaknya karena yakin kegiatan itu dilatih dan di bawah pengawasan guru. "Kejahatan ini terbongkar setelah seorang korban melapor ke guru kelasnya. Guru kolega tersangka itu lalu segera melapor ke polisi," kata Krishna.
Salah satu kepala SD, Sri Suningsih, mengakui, dua dari empat siswi yang diperkosa adalah anak didiknya. "Korban mengaku diperkosa sembilan kali. Perkosaan dilakukan di rumah pelaku, di sekolah, dan di rumah korban. Pemerkosaan terjadi pada Maret-April," kata Sri.
Ia tidak tahu bahwa korban IWN sebanyak empat murid. "Yang jelas anak didik saya yang jadi korban dua orang," ujar Sri.
Menurut Sri, awalnya ia mendengar selentingan di lingkungan sekolahnya bahwa ada sejumlah siswi yang menjadi korban pelecehan seksual. Dikumpulkannya 20 anggota paskibra di ruang kepala sekolah, Senin (8/6) pagi.
Sri dengan halus bertanya apakah pelatih paskibra melakukan uji kesehatan. Berulang kali anak-anak itu hanya menggelengkan kepala. Setengah jam kemudian, datanglah dua siswi menghadap Sri. Sambil berurai air mata keduanya mengaku dilecehkan oleh sang pelatih paskibra.
Esok harinya, Sri mengumpulkan seluruh guru dan memberi pengarahan untuk memeriksa anak didiknya siapa tahu ada korban lainnya.
Hasilnya, kedua siswi korban mengaku sudah diperkosa. "Saat saya tanya mengapa tidak segera lapor, kedua siswi menjawab takut lalu menangis," tutur Sri.
Hari berikutnya, Rabu, Sri memanggil kedua siswi korban dan orangtuanya ke ruang kepala sekolah. Setelah itu Sri memanggil IWN. Sri bersama empat guru, kedua siswi berikut orangtua, dan pelaku berangkat ke Polda Metro Jaya melaporkan kasus ini. IWN pun ditahan dan sudah diberhentikan sebagai guru dan pelatih paskibra.
Daftar kasus
Kasus ini menambah panjang daftar kekerasan terhadap anak di Ibu Kota. Sepanjang Mei 2015, Polres Metro Jakarta Selatan menerima empat kasus kekerasan terhadap anak. Tiga di antaranya kekerasan seksual.
Pada 2014, dari 80 laporan kekerasan yang masuk, sebanyak 52 kasus merupakan kekerasan seksual. Sisanya atau 28 kasus adalah kekerasan fisik seperti pemukulan dan perkelahian. "Ini belum termasuk yang dilaporkan di kantor polsek di wilayah Jakarta Selatan," kata Kepala Unit Perempuan dan Perlindungan Anak Satuan Polres Metro Jakarta Selatan Ajun Komisaris Nunu Suparmi.
Dia menjelaskan, umumnya kekerasan seksual pada anak dilakukan orang-orang yang dikenal korban. Entah itu teman sekolah, teman nongkrong, atau tetangga korban. Akibat perbuatan pelaku, korban mengalami cedera fisik dan trauma. Salah satu kasus lainnya menimpa bocah perempuan TAN (5). Pelakunya adalah penyanyi dangdut SAG.
Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menyarankan Pemprov DKI melakukan pemeriksaan psikologis berkala kepada para guru, terutama para guru kegiatan ekstrakurikuler. (WIN/DNA/RAY/RTS)
Berita ini telah terbit di harian Kompas edisi 17 Juni 2015, di halaman 26 dengan judul "Kekerasan Seksual Terkuak".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.