Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak Buah Disebut Pungli, Ini Penjelasan Kepala Terminal Rambutan

Kompas.com - 16/07/2015, 16:45 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Terminal Rambutan Laudin Situmorang angkat bicara soal laporan bahwa petugas peron melakukan pungutan liar, seperti yang dikatakan pengamat transportasi Azas Tigor Nainggolan.

Laudin membantah tudingan tersebut. Ia menjelaskan karena jumlah penumpang yang membeludak, petugasnya menarik retribusi sampai di luar peron.

"Itu bukan pungli, karena banyaknya penumpang jadi memang kami ada yang tercecer," kata Laudin, kepada Kompas.com, saat ditemui di Terminal Rambutan, Kamis (16/7/2015).

Laudin mengatakan, penarikan retribusi sesuai dengan Perda Nomor 9 Tahun 2012 tentang Retribusi Daerah. Dengan banyaknya penumpang ini pihaknya mengaku tetap berupaya agar penarikan retribusi dapat tetap berlangsung dengan baik.

Namun karena banyaknya penumpang mudik, kadang petugas peron yang menarik retribusi kewalahan karena selain menerima pembayaran juga harus memberi tanda bukti retribusi. Besar retribusi sesuai Perda Nomor 9 Tahun 2012 yakni 1.000 perorang.

"Kadang penumpang ini setelah bayar itu dia main masuk ke dalam saja (tidak terima bukti peron). Padahal kami sudah berupaya memberikan tanda terima. Sementara yang kita layani ini banyak," ujar Laudin.

Kendati demikian, Laudin mengaku langsung mengumpulkan anak buahnya. Ia mengarahkan agar penarikan retribusi tidak sampai melanggar aturan. Termasuk oknum petugas peron yang disebut 'tidak memberi tanda bukti retribusi ke penumpang'.

"Saya sudah panggil (anak buah) saya arahkan. Mereka harus sesuai ketentuan. Dia ngaku jujur, sudah berikan tanda terima tapi penumpang langsung masuk saja ke dalam," ujar Laudin.

Laudin menjamin, kalau pun ada penarikan retribusi di luar peron, maka penumpang tidak akan ditarik retribusi atau ditarik dobel lagi apabila masuk ke peron. Asalkan, penumpang menerima bukti retribusi dan menunjukkannya ke petugas. Laudin menjamin besaran retribusi tak akan lebih dari Rp 1.000.

Penarikan retribus di luar peron terjadi lantaran belum adanya sistem satu pintu di terminal tersebut. Hal ini untuk mencegah orang lolos tanpa terkena retribusi.

Sebelumnya, petugas di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur, disebut  melakukan pungutan liar berupa penarikan biaya peron terhadap calon penumpang tanpa karcis. Hal itu dikatakan pengamat transportasi Azas Tigor Nainggolan. [Baca: Petugas Terminal Kampung Rambutan Disebut Lakukan Pungli ke Penumpang]

Ia mengaku melihat kejadian tersebut pada Rabu (15/7/2015) pagi. Menurut Tigor, besaran pungutan bervariasi antara Rp 1.000-Rp 2.000. Padahal sesuai aturan yang berlaku biaya peron seharusnya hanya sebesar Rp 1.000.

"Kalau pungutan itu pembayaran peron terminal, kenapa tidak ada bukti pembayarannya diberikan pada para pengunjung yang sudah membayar?" kata dia kepada Kompas.com.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Megapolitan
Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com