Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota DPRD Nilai Kebijakan PBB di Jakarta Tidak Adil bagi Warga

Kompas.com - 31/08/2015, 19:28 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota DPRD DKI Jakarta Santoso menyebut banyak warga Ibu Kota yang harus menanggung pajak bumi dan bangunan (PBB) yang tinggi hanya karena pertumbuhan daerah yang ada di sekitar tempat tinggalnya.

Ia menilai kondisi tersebut sangat tidak adil bagi warga. "Bukan salah warga kalau kemudian daerah di sekitar tempatnya tinggal berkembang," kata Santoso saat rapat pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUAPPAS) 2016 di Gedung DPRD DKI, Senin (31/8/2015).

Santoso menilai harusnya Pemprov DKI bisa bersikap arif menyikapi hal tersebut. Menurut dia Cara yang ia nilai paling tepat adalah tidak menetapkan besaran pajak yang sama hanya berdasarkan lokasi.

"Kalau kemudian ada warga tinggal di daerah yang tanahnya mahal, anggap saja itu rezeki bagi dia. Tetapi bukan berarti kita menekan dia dengan pajak yang tinggi," ujar anggota Fraksi Partai Demokrat ini.

Sebagai informasi, tingginya PBB di DKI Jakarta telah berlangsung sejak 2013. Tingginya pajak merupakan akibat dari penyesuaian nilai jual obyek pajak (NJOP) yang ditetapkan. Kenaikan NJOP di Jakarta bervariasi disesuaikan dengan lokasi wilayah, mulai dari 120 persen hingga 240 persen.

Salah seorang warga yang pernah mengeluhkan tingginya PBB adalah Bayu Priyadi, warga RT 006/011 Kedoya Utara, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Ia kelimpungan karena harus menanggung beban PBB sebesar Rp 18 juta setahun. Padahal, penghasilannya hanya Rp 5 juta sebulan.

Menurut dia, Pemprov DKI Jakarta tidak bisa melihat sisi keadilan dalam penerapan PBB bagi warganya. Tanah dia seluas 400 meter persegi berada di gang sempit dan tanah warisan dari mertuanya. [Baca: Tetapkan PBB yang Terlampau Tinggi, Pemrov DKI Dinilai Zalim]

"Saat saya tanyakan ke kantor pajak terdekat, katanya kawasan Jalan Panjang, Jakarta Barat, masuk dalam kawasan strategis atau kawasan komersial sehingga masuk dalam kategori grade A. Masalahnya, kawasan sampai radius 500 meter dari Jalan Panjang termasuk grade A, termasuk permukiman warga. Ini jelas tidak adil kalau disamakan seperti ini saya protes," kata Bayu seperti dikutip dari harian Warta Kota, Senin (27/4/2015).

Pemprov DKI memang memberikan keringanan kepada wajib pajak berpenghasilan rendah dan pensiunan. Caranya, wajib pajak harus membuat surat keterangan tentang besar penghasilan dari tempat kerja wajib pajak. Surat itu dilampiri fotokopi KTP dan kartu keluarga.

Namun, tetap saja, tingginya pajak menenggelamkan minat warga untuk membayar PBB. Pada Agustus 2014, yang biasanya menjadi batas akhir pembayaran PBB, data di Dinas Pelayanan Pajak menyebutkan jumlah PBB yang terkumpul hanya 67,6 persen dari target Rp 6,5 triliun.

Masa pembayaran kemudian diperpanjang. Namun, tetap saja sampai akhir 2014, target tetap tak bisa dicapai. Realisasi PBB DKI Jakarta hanya Rp 5,8 triliun. Tahun ini, target pendapatan PBB dinaikkan menjadi Rp 8 triliun.

Dinas Pelayanan Pajak telah bermitra dengan 13 bank dan PT Pos agar target tahun ini bisa dicapai. Selain itu, surat pemberitahuan pajak terhutang (SPPT) PBB sudah dibagikan sejak awal tahun. Hingga akhir Juli, penerimaan PBB DKI belum sampai 30 persen dari target.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wanita Jatuh ke Celah Peron dan Gerbong KRL di Stasiun Manggarai

Wanita Jatuh ke Celah Peron dan Gerbong KRL di Stasiun Manggarai

Megapolitan
Tepergok Curi Motor di Kelapa Gading, Pelaku Tembaki Sekuriti dengan Airsoft Gun

Tepergok Curi Motor di Kelapa Gading, Pelaku Tembaki Sekuriti dengan Airsoft Gun

Megapolitan
Kompolnas Tetap Dorong Brigadir RAT Diotopsi: Untuk Memperjelas Penyebab Kematian

Kompolnas Tetap Dorong Brigadir RAT Diotopsi: Untuk Memperjelas Penyebab Kematian

Megapolitan
Bule AS Terkesan dengan KRL Jakarta: Lebih Bagus dan Bersih dari Subway New York dan Chicago

Bule AS Terkesan dengan KRL Jakarta: Lebih Bagus dan Bersih dari Subway New York dan Chicago

Megapolitan
Kompolnas Dorong Penyelidikan dan Penyidikan Kasus Bunuh Diri Brigadir RAT Secara Profesional

Kompolnas Dorong Penyelidikan dan Penyidikan Kasus Bunuh Diri Brigadir RAT Secara Profesional

Megapolitan
Tak Terkait SARA, Perusakan Gerobak Bubur di Jatinegara Murni Aksi Premanisme

Tak Terkait SARA, Perusakan Gerobak Bubur di Jatinegara Murni Aksi Premanisme

Megapolitan
Polisi Bubarkan Pemuda yang Nongkrong Hingga Larut Malam di Jakut Demi Hindari Tawuran

Polisi Bubarkan Pemuda yang Nongkrong Hingga Larut Malam di Jakut Demi Hindari Tawuran

Megapolitan
Dua Pemuda Terjerat Pinjol Pilih Merampok, Berakhir Dipenjara dengan Ancaman Hukuman 12 Tahun

Dua Pemuda Terjerat Pinjol Pilih Merampok, Berakhir Dipenjara dengan Ancaman Hukuman 12 Tahun

Megapolitan
Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Megapolitan
Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Megapolitan
Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Megapolitan
Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com