KOMPAS - Ada canda tawa di dalam bus sekolah. Para siswa asyik bersenda gurau, termasuk dengan sopir bus. Keceriaan ini menghapus kepenatan seusai belajar ataupun kesesakan menembus kemacetan lalu lintas.
Ana (15) berjalan tergopoh-gopoh ke ruang kosong di sebelah sopir bus sekolah rute Kalideres-Gajah Mada, Senin (31/8). Siswa kelas IX MTs Negeri 11 Kalimati, Jakarta Barat, itu tidak mendapatkan tempat duduk.
Ia sengaja memilih duduk lesehan di dekat sopir untuk menghindari berdesakan dengan pelajar lain di bus itu, apalagi Ana sudah mengenal sopir bus sekolah tersebut. Ia tak segan bersenda gurau dengan sopir yang ia panggil ”opung” itu.
Setahun terakhir, Ana yang tinggal di Cengkareng, Jakarta Barat, selalu naik bus sekolah berwarna kuning. Hampir setiap hari, ia pergi dan pulang dengan transportasi gratis yang disediakan Pemprov DKI tersebut. Ana merasa nyaman karena bus bersih dan dilengkapi penyejuk udara.
Dengan menumpang bus sekolah, Ana bisa menghemat uang saku Rp 4.000 per hari. ”Saya cuma naik angkot kalau ketinggalan bus sekolah. Kalau pagi, saya naik (bus sekolah) pukul 05.30 dan sampai sekolah masih sepi,” kata Ana, yang setiap hari dibekali uang saku Rp 15.000.
Bus sekolah ini dilengkapi 23 kursi yang disusun berhadapan. Saat penuh, bus bisa mengangkut hingga 60 penumpang. Sepanjang perjalanan, sopir bus memutar lagu-lagu populer.
Mia (13), pelajar SMP 17 Agustus 1945, Tebet, Jakarta Selatan, juga pelanggan bus sekolah. Dia naik bus dari perempatan Pancoran menuju sekolah di Jalan Raya Tebet Dalam, Jakarta Selatan.
Meski nyaman digunakan, menurut Mia, jadwal bus sekolah tidak pasti. Hal itu menyulitkan siswa kelas VII itu karena dia harus sampai sekolah tepat waktu. ”Kadang-kadang pukul 06.00 sudah ada bus sekolah, kadang-kadang harus tunggu lama,” ujarnya.
Reihan (13), siswa SMP Negeri 264 Jakarta, membenarkan bahwa bus sekolah sering telat sekitar 10 menit dari jadwal. Setiap hari, Reihan diantar ke sekolah dengan sepeda motor dan naik bus sekolah saat pulang. Bus sekolah mengantarnya dari sekolah di Rawa Buaya, Cengkareng, ke Pesakih, Jakarta Barat. ”Enak, sih, bisa pulang bareng teman- teman,” ujarnya.
Antre masuk terminal
Ketepatan jadwal bus sekolah ini sangat ditentukan kondisi lalu lintas. Mukandi Manurung (48), pengemudi bus sekolah rute Kalideres-Gajah Mada, mengatakan, dirinya keluar dari pul bus di Hek, Kramatjati, Jakarta Timur, sekitar pukul 04.30. Perjalanan dari pul ke Kalideres memakan waktu sekitar satu jam. Ia sering telat mengantar siswa ke sekolah karena macet.
Selain itu, bus harus antre panjang untuk masuk Terminal Kalideres. ”Terkadang, kami harus berantem dengan petugas terminal karena enggak mau masuk. Ya, mau bagaimana lagi, kami kasihan sama anak-anak kalau sampai telat ke sekolah,” kata Mukandi.
Mia menambahkan, rute bus sekolah juga belum mencakup seluruh wilayah di Jakarta Selatan. Untuk pulang ke rumahnya di Mampang, misalnya, dia harus menggunakan bus Kopaja 612 rute Kampung Melayu-Ragunan. Tak ada bus sekolah yang melewati Mampang.
Ariella (13), siswa SMP 115 Tebet, Jakarta Selatan, juga mengatakan tak pernah menggunakan bus sekolah karena tak ada bus kuning yang melintas di depan sekolahnya. Saat berangkat sekolah, siswa kelas VII itu diantar orangtuanya. Saat pulang, dia naik bajaj. Sekali naik bajaj Rp 30.000-Rp 35.000.
Amanda (16), siswa SMAN 2 Jakarta di Tamansari, memilih menggunakan bus transjakarta sebagai moda transportasi ke dan dari sekolah. ”Sejauh ini, transjakarta oke walaupun bus rute Harmoni-Tomang agak lama,” kata warga Petojo ini.