Meski hanya dari televisi 21 inci yang ada di rumahnya, Yanto yang mengaku sekampung dengan Jokowi ini begitu semringah. Dia berjanji kalau LRT beroperasi mau menjual sepeda motornya dan berpindah menggunakan angkutan massal itu.
Meski begitu, menurut dia, tarif Rp 15.000 terlalu mahal untuknya. Dia meminta tarifnya Rp 7.500 saja.
"Tapi tarifnya jangan Rp 15.000, kemahalan tuh, Rp 7.500 saja. Saya minta ke Pak Jokowi Rp 7.500 saja," ucapnya.
Sama seperti Yanto, Anisa (30) mengaku optimistis kehadiran LRT pada pengujung 2018 nanti akan memiliki dampak signifikan mengatasi kemacetan. Terlebih bagi mereka yang menggunakan angkutan umum.
"Saya tahu hari ini pembangunan LRT dimulai. Meski baru selesai dibangun tahun 2018, tapi mudah-mudahan bisa mengatasi kemacetan. Karena sekarang ini kan macet di mana-mana. Disuruh naik transjakarta ternyata kena macet juga," ujar pengguna bus transjakarta itu.
Perempuan berkerudung itu mengatakan, seharusnya pemerintah sudah membangun transportasi LRT sejak beberapa tahun lalu, yakni sebelum kemacetan Jakarta separah sekarang.
Sementara itu, warga lainnya, Wati (25), justru tidak yakin LRT akan menyelesaikan kemacetan di Jakarta.
"Jakarta itu sudah parah banget macetnya. Kalau cuma kereta sih enggak bisa mengatasi kemacetan. Aku pikir kalau pemerintah mau mengurangi macet, mendingan membatasi produksi mobil atau motor. Soalnya yang bikin macet sekarang kan kendaraan pribadi," kata pekerja di Jalan Jenderal Sudirman itu.
Selain itu, harga tiket LRT yang diperkirakan antara Rp 10.000-Rp 15.000 juga masih terlalu mahal. Sehingga, para pengguna transportasi umum akan berpikir dua kali untuk berangkat ke kantor menggunakan transportasi berbasis kereta itu.
"Sekarang yang pentingnya kan gimana caranya biar pengendara mobil pribadi pindah ke LRT. Hitung-hitungannya, kalau harga tiket Rp 15.000, PP berarti Rp 30.000, di kereta berdesak-desakan, ya jelas orang lebih memilih bawa mobil pribadi yang nyaman," jelas Wati, yang merupakan pengguna kereta Commuter Line yang setiap hari berangkat dari Bogor.
"Kalau aku sih pasti lebih pilih Commuter Line, soalnya enggak ada LRT dari Bogor. Tapi untuk sesekali coba sih enggak apa-apa, kalau setiap hari ya gaji habis untuk naik LRT dong," candanya.
Sedangkan pengguna jalan lainnya, Ari (27), mengaku enggan memanfaatkan jasa LRT karena lebih nyaman menggunakan sepeda motor.
"Setahu saya untuk warga dari luar Jakarta karena rutenya kan menghubungkan daerah di luar DKI seperti Bekasi, Cibubur, dan Tangerang menuju Jakarta. Kalau di dalam kota, ya tetap saja macet," katanya.