Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Izin Reklamasi Pulau G, SK Ahok Digugat di PTUN

Kompas.com - 15/09/2015, 17:12 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) hari ini mendaftarkan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait pemberian izin reklamasi Pulau G di Jakarta Utara.

Mereka menggugat Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Nomor 2.238 Tahun 2014 tentang pemberian izin reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra. 

Beberapa nelayan KNTI didampingi pengacara dan organisasi lingkungan mendaftarkan gugatan mereka di PTUN, Jakarta Timur, dengan nomor perkara 193/G.LH/2015/PTUN-JKT. 

Ketua Dewan Pimpinan Wilayah KNTI Jakarta Muhammad Taher mengatakan, alasan gugatan tersebut dilakukan karena nelayan mengalami dampak akibat reklamasi Pulau G.

"Kami kesulitan memperoleh tangkapan ikan karena area tangkapan sekarang ini sudah dangkal untuk pembuatan Pulau G. Rajungan dan ikan adalah tangkapan kami," kata Taher di PTUN Cakung, Jakarta Timur, Selasa (15/9/2015).

Padahal, lanjut Taher, ada sekitar 16.000 nelayan Jakarta dan juga nelayan dari pesisir utara Jawa Barat dan Banten yang bertumpu pada area laut yang dibuat Pulau G tersebut.

Dari jumlah itu, separuhnya adalah nelayan Jakarta. Sejak Teluk Jakarta direklamasi, nelayan mengalami kerugian dalam melaut.

"Pendapatan nelayan tradisional hanya sekitar Rp 30.000 per hari, sementara ongkos melaut per hari bisa mencapai Rp 300.000," ujar Taher.

Sementara itu, Divisi Advokasi Hukum dan Kebijakan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan, Martin Hadiwinata, mengatakan, SK yang dikeluarkan Gubernur Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama pada bulan Desember itu telah melanggar hak nelayan kecil tradisional.

Tak hanya itu, izin ini telah melanggar pelestarian lingkungan hidup di Teluk Jakarta. "Penerbitan SK itu juga tidak melalui sosialisasi kepada nelayan. Izin reklamasi ini harus melalui soaialisasi kepada masyarakat setempat karena ada ribuan nelayan yang bergantung hidup di sana," kata Martin.

Selain itu, pemberian izin reklamasi di Teluk Jakarta juga disebut tidak disertai dengan kajian dampak lingkungannya.

Menurut dia, kasus ini berbeda dengan reklamasi di Teluk Benoa, Bali, yang memiliki kajian lingkungan.

"Kajian ilmiah terkait reklamasi di Teluk Jakarta itu belum pernah ada sehingga belum diketahui dampak lingkungan yang disebabkan oleh reklamasi. Kalau Teluk Benoa, ada," kata Priadi, perwakilan dari Indonesia Human Right Committee for Social Justice.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Prabowo-Gibran Belum Dilantik, Pedagang Pigura: Belum Berani Jual, Presidennya Masih Jokowi

Prabowo-Gibran Belum Dilantik, Pedagang Pigura: Belum Berani Jual, Presidennya Masih Jokowi

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

Megapolitan
Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Megapolitan
Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Megapolitan
Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Megapolitan
Cekoki Remaja dengan Narkoba hingga Tewas, Pelaku: Saya Tidak Tahu Korban Masih Dibawah Umur

Cekoki Remaja dengan Narkoba hingga Tewas, Pelaku: Saya Tidak Tahu Korban Masih Dibawah Umur

Megapolitan
Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Megapolitan
Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Megapolitan
Keluarga Tolak Otopsi, Korban Tewas Kebakaran Cinere Depok Langsung Dimakamkan

Keluarga Tolak Otopsi, Korban Tewas Kebakaran Cinere Depok Langsung Dimakamkan

Megapolitan
Beberapa Warga Tanah Tinggi Terpaksa Jual Rumah karena Kebutuhan Ekonomi, Kini Tinggal di Pinggir Jalan

Beberapa Warga Tanah Tinggi Terpaksa Jual Rumah karena Kebutuhan Ekonomi, Kini Tinggal di Pinggir Jalan

Megapolitan
Polisi Tewas dengan Luka Tembak di Kepala, Kapolres Jaksel Sebut karena Bunuh Diri

Polisi Tewas dengan Luka Tembak di Kepala, Kapolres Jaksel Sebut karena Bunuh Diri

Megapolitan
Polisi Dalami Dugaan Perempuan Dalam Koper di Bekasi Tewas karena Dibunuh

Polisi Dalami Dugaan Perempuan Dalam Koper di Bekasi Tewas karena Dibunuh

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com