Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kepala Dinas Jelaskan Alasan Dinas Tata Kota Harus Bayar Tiap Beri Sanksi

Kompas.com - 17/09/2015, 13:54 WIB
Jessi Carina

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Dinas Tata Kota DKI Iswandi Achmadi menjelaskan kenapa dinasnya perlu membayar tiap kali memberikan sanksi dan menindak pelanggar tata ruang. Dia mengatakan uang sebesar Rp 1,999 miliar setahun itu akan digunakan untuk membayar kuli yang membongkar bangunan bermasalah.

"Kenapa kita harus bayar pak karena kita bayar kuli bongkar Pak. Kemudian operator alat berat, bayar kita Pak," ujar Iswandi di Gedung DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Kamis (17/9/2015).

Iswandi mengatakan Dinas Tata Kota DKI juga seringkali meminta pengawalan polisi tiap kali melakukan penindakan. Polisi-polisi tersebut diberikan uang harian dan juga makan.

Iswandi menjelaskan untuk satu kali penindakan, sekurangnya ada 100 orang yang terlibat. Hal tersebut, kata dia, membuat wajar jika anggaran untuk pemberian sanksi terhadap pelanggar tata ruang bisa mahal hingga mencapai Rp 1,999 miliar setahun.

Iswandi juga mengatakan anggaran ini tidak bisa dilakukan terpusat di Dinas Tata Kota saja. Tingkat Suku Dinas juga memerlukan anggaran itu. Sebab, bangunan yang ditindak jenisnya juga berbeda.

"Kalau di Suku Dinas Pak itu biasanya bangunan rumah-rumah saja. Kalau di dinas sudah beda lagi," ujar dia. (Baca: DPRD DKI Bingung, Dinas Tata Kota Bayar Rp 1,9 Miliar untuk Beri Sanksi)

Sebelumnya, Banggar DPRD DKI mempertanyakan soal anggaran pemberian sanksi pelanggaran pemanfaatan ruang dan penyelenggaraan bangunan gedung. Hal itu disampaikan dala rapat pembahasan Kebijakan Umum Anggaran Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2016.

"Soal pengenaan sanksi Pak, kita kok mau memberi sanksi pada pelanggar tata ruang malah membayar ya Pak? Coba tolong jelaskan pak kenapa orang yang kita kasih sanksi lalu kita yang keluar uang," ujar anggota Banggar DPRD DKI Prabowo Soenirman di gedung DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Kamis..

Anggaran pemberian sanksi terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang dan penyelenggaraan bangunan gedung ini dianggarkan sebesar Rp 1,99 miliar.

Targetnya, 60 bangunan bisa diberikan sanksi dengan menggunakan anggaran Rp 1,999 miliar itu. Artinya, butuh sekitar Rp 33 juta untuk menerapkan sanksi terhadap satu bangunan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

9 Jam Berdarah: RN Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

9 Jam Berdarah: RN Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

Megapolitan
Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

Megapolitan
Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Megapolitan
Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Megapolitan
Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Megapolitan
Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Megapolitan
Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Megapolitan
Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Megapolitan
Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Megapolitan
Rayakan 'May Day Fiesta', Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Rayakan "May Day Fiesta", Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Megapolitan
Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com