JAKARTA, KOMPAS.com - Peran ketua dan anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) untuk 25 sekolah SMA/SMKN diungkap dalam berkas dakwaan Kepala Seksi Prasarana dan Sarana pada Suku Dinas Pendidikan Menengah Kota Administrasi Jakarta Barat Alex Usman.
Jaksa Tasjrifin M.A Halim menyatakan bahwa Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta H.M. Firmansyah dan anggotanya, Fahmi Zulfikar Hasibuan, mengarahkan agar proyek pengadaan UPS masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan tahun 2014.
Alex berencana menjadikan UPS sebagai barang pengadaan di Suku Dinas Pendidikan Menengah Kota Administrasi Jakarta Barat. (baca: Merasa Diuntungkan oleh Kasus UPS, Lulung "Pede" Jadi Calon Gubernur DKI)
Padahal, Sukdin Dikmen tidak pernah mengajukan permohonan anggaran atau dana untuk pengadaan UPS.
Alex kemudian melakukan pertemuan dengan anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Fahmi Zulfikar Hasibuan yang juga menjadi anggota Badan Anggaran (Banggar).
"Dalam pertemuan tersebut membicarakan supaya dianggarkan pengadaan UPS dalam APBD Perubahan Tahun Anggaran 2014 untuk SMAN/SMKN pada Sudin Dikmen Kota Administrasi Jakarta Barat dan Jakarta Pusat dengan harga perunitnya sebesar Rp 6 milyar," kata Jaksa Tasjrifin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (29/10/2015).
Pertemuan itu juga dihadiri Direktur Utama PT Offistarindo Adhiprima Harry Lo dan Marketing PT Offistarindo Adhiprima Sari Pitaloka.
Dalam kesempatan itu, Fahmi meminta fee 7 persen dari pagu anggaran sebesar Rp 300 miliar jika anggaran UPS dikabulkan.
Untuk menindaklanjuti kesepakatan tersebut, Fahmi kemudian bekerjasama dengan Firmansyah mengajukan pengadaan UPS untuk SMAN/SMKN pada Sudin Dikmen Kota Administrasi Jakarta Barat dan Jakarta Pusat.
Namun, pengadaan tersebut tidak pernah dibahas dalam rapat Komisi E dengan SKPD mitra hingga akhirnya disetujui dan dituangkan dalam APBD perubahan tahun 2014 pada tanggal 13 Agustus 2014.
Dalam pengadaan UPS, Harry Lo bekerjasama dengan CV Harjady dari CV Istana Multimedia Center dan Zulkarnaen Bisri dari PT Duta Cipta Artha untuk menjadi distributor UPS.
Alex dan Harry sepakat meloloskan perusahaan tersebut sebagai pemenang lelang. Padahal, proses lelang belum dilakukan.
Setelah itu, dibuatlah sejumlah dokumen untuk pengusulan pelelangan UPS seolah-olah diajukan oleh perusahaan-perusahaan itu.