DEPOK, KOMPAS.com — Hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual kerap mendapat sorotan karena dianggap melanggar hak asasi manusia (HAM). Dengan melakukan kebiri, pemerintah dianggap tidak memperhatikan sisi kemanusiaan dari pelaku.
Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto mengatakan bahwa kebiri dilakukan terhadap pelaku kejahatan seksual yang sudah bersifat adiktif. Dengan demikian, hukuman kebiri dianggap sebagai intervensi khusus yang dilakukan pemerintah terhadap kejahatan seksual.
"Bagaimana orang sudah adiksi kok butuh penyadaran. Maka, kebiri bagian dari gagasan kita untuk menimbulkan efek jera," kata Susanto dalam diskusi soal kebiri di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Kamis (5/11/2015).
Susanto menyadari bahwa hukuman kebiri sering diasosiasikan dengan pelanggaran HAM. Susanto menjelaskan soal HAM dari sudut pandang Indonesia terkait hukuman kebiri.
"Kalau kita bicara apakah kebiri melanggar HAM atau tidak, yang pasti bahwa tafsir HAM Indonesia sejatinya adalah kita secara otoritatif mengacu pada UUD 1945, kemudian belum bicara tentang UU HAM kita, yakni Pasal 73," kata Susanto.
Pasal 73 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM berisi penjelasan mengenai pembatasan HAM. Susanto menilai pasal tersebut menggiring pada kenyataan bahwa Indonesia mengenal mazhab pembatasan HAM.
"Artinya seseorang tidak serta-merta melakukan ekspresi sesuai dengan keinginannya, tetapi menurut UU HAM dibatasi demi pengakuan dan perlindungan HAM orang lain. Dalam konteks itu, berarti kita mengenal mazhab HAM pembatasan dalam konteks Indonesia," kata Susanto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.