Mereka mempertanyakan keputusan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melarang keberadaan ojek online pada saat masyarakat sudah banyak yang mengandalkan dan bergantung pada layanan itu.
Agnes (22) misalnya. Karyawan swasta yang berkantor di kawasan Palmerah, Jakarta Pusat, itu mengaku memakai jasa ojek online setiap hari.
Menurut dia, dibanding membawa kendaraan sendiri, jasa ojek online lebih praktis. Terlebih lagi, pekerjaan Agnes tidak cuma di kantor saja, tetapi menuntut dia ke tempat-tempat lain.
"Aku ngandelin banget Go-Jek dan GrabBike. Dengan pekerjaan yang dinamis ini, aku ngerasa ojek lebih hidup, ke mana-mana cepat. Kalau dilarang? Enggak tahu lagi deh," kata Agnes kepada Kompas.com, Jumat (18/12/2015).
Agnes juga mempertanyakan alasan Kemenhub baru melarang ojek dan taksi online sekarang. Padahal, sudah banyak orang yang menggantungkan nasibnya pada pekerjaan menjadi pengojek online.
Pengguna ojek online lainnya, Dian (25), menuturkan akan sangat kesulitan jika ojek online dilarang beroperasi.
Dian yang setiap harinya bekerja di kawasan Tangerang selalu menggunakan jasa ojek online karena angkutan umum yang ada tidak nyaman.
"Kemenhub itu enggak tahu ya kalau Go-Jek dan sejenisnya membantu banget bagi yang enggak punya kendaraan. Kenapa sih enggak regulasinya saja yang diatur?" tutur Dian.
Seorang pengguna ojek online lainnya, Dwina (29), mengungkapkan pentingnya ojek online sebagai moda penyambung dari kantornya hingga ke stasiun.
Walaupun dia mengakui, beberapa kali, pengojek memiliki kekurangan, seperti tidak tahu jalan, lambat, atau ugal-ugalan, tetapi secara keseluruhan ojek tetap dibutuhkan.
"Ojek itu berguna banget kalau pulang malam, angkutan umum sudah sedikit, mau ke stasiun, ya naik ojek saja. Pak Jonan enggak mikir ya gimana jadi saya," ujar Dwina.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.