Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teman Ahok, Pembela Gubernur yang Dinilai Arogan oleh Parpol

Kompas.com - 10/03/2016, 07:56 WIB
Jessi Carina

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa minggu ini komunitas Teman Ahok mendapatkan banyak komentar miring dari partai politik. Komentar tersebut muncul dengan melihat sikap Teman Ahok yang berkeras mendorong Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok maju pada Pilkada DKI 2017 lewat jalur independen.

Belum lagi sikap Teman Ahok yang sempat menyindir PDI-P dengan menganalogikan partai tersebut sebagai banteng merah yang menghipnotis Ahok. Hal paling akhir yang dilakukan Teman Ahok adalah menolak Djarot Syaiful Hidayat sebagai calon wakil gubernur untuk Ahok. Djarot merupakan kader PDI-P.

Dengan sikap seperti itu, Teman Ahok dinilai arogan oleh partai politik. Ketua DPP PDI-P, Andreas Hugo Pareira, berpendapat buruk soal Teman Ahok. Dia mengingatkan Ahok soal manuver kelompok pendukungnya yang mayoritas diisi anak muda itu.

"Ini kesannya mereka malah mau menjerumuskan Pak Ahok," kata Andreas saat dihubungi, Selasa (8/3/2016). (Baca: Teman Ahok Mau Menjerumuskan Ahok.)

Sikap Teman Ahok untuk mengusung mantan Bupati Belitung Timur itu, lanjut Andreas, mengesankan seolah-olah ada ketidakpercayaan terhadap institusi parpol. Padahal, parpol merupakan instrumen penting dalam sistem demokrasi di Indonesia.

Sekretaris DPD PDI-P DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi juga menilai ada upaya deparpolisasi yang dibangun di Indonesia oleh Teman Ahok. Indikator itu, kata dia, adalah adanya upaya untuk meniadakan peran partai politik dalam pemilihan kepala daerah.

Bukan arogan

Mengomentari hal itu, pengamat politik dari Cyrus Network, Hasan Nasbi, mengatakan sikap yang dimiliki Teman Ahok bukan bentuk arogansi.  "Saya rasa itu bukan arogan tetapi proposional saja," ujar Hasan.

Hasan mengatakan Teman Ahok merupakan komunitas yang sudah mengumpulkan dukungan untuk Ahok jauh sebelum partai politik mendekati Ahok. Tujuan mereka mengumpulkan dukungan KTP tersebut hanyalah satu, yaitu membawa Ahok maju ke jalur independen.

Maka, wajar saja jika sikap mereka seolah tertutup dengan partai politik yang mendekati Ahok.

"Kalau mereka sudah kumpulin KTP banyak-banyak lalu membiarkan partai masuk, kerjaan mereka sia-sia dong," ujar Hasan.

Menurut dia, ada perbedaan mendasar antara pilihan mengikuti Teman Ahok atau parpol. Hasan mengatakan jika Ahok mengikuti Teman Ahok, maka masih terbuka kesempatan untuk partai politik mendukungnya. Peran parpol tidak dihilangkan sama sekali dalam hal ini sehingga tidak bisa disebut deparpolisasi.

Seperti halnya Partai Nasdem yang sepakat mendukung Ahok jika Ahok maju lewat jalur independen. Namun, hal berbeda akan terjadi jika Ahok memilih jalur partai. Pilihan tersebut akan menutup total keterlibatan Teman Ahok dalam memajukan pria asal Belitung itu. KTP yang dikumpulka tidak akan berarti apa-apa jika Ahok maju lewat jalur parpol.

"Orang kalau udah kumpulkan KTP ya memang engga bisa dinegosiasikan kemana mana. KTP itu engga bisa dijadikan alat bargaining di jalur partai karena jalurnya cuma satu yaitu independen. Kan KTP engga bisa ditumpangi ke partai," ujar Hasan.

Maka, Hasan berpendapat sikap Teman Ahok selama ini karena mereka memang tidak punya pilihan lain. Komentar arogan oleh parpol pun hanya tafsir politik belaka.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kronologi Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan Payudara, Pelaku Diduga Pelajar

Kronologi Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan Payudara, Pelaku Diduga Pelajar

Megapolitan
Masuk Rumah Korban, Pria yang Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar Ngaku Salah Rumah

Masuk Rumah Korban, Pria yang Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar Ngaku Salah Rumah

Megapolitan
Cegah Penyebaran Penyakit Hewan Kurban, Pemprov DKI Perketat Prosedur dan Vaksinasi

Cegah Penyebaran Penyakit Hewan Kurban, Pemprov DKI Perketat Prosedur dan Vaksinasi

Megapolitan
Viral Video Gibran, Bocah di Bogor Menangis Minta Makan, Lurah Ungkap Kondisi Sebenarnya

Viral Video Gibran, Bocah di Bogor Menangis Minta Makan, Lurah Ungkap Kondisi Sebenarnya

Megapolitan
Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Megapolitan
Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Megapolitan
Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Megapolitan
Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Megapolitan
Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Megapolitan
Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Megapolitan
Bercak Darah Masih Terlihat di Lokasi Terjatuhnya Pekerja dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Bercak Darah Masih Terlihat di Lokasi Terjatuhnya Pekerja dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Megapolitan
Pekerja Proyek Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan, Diduga Tak Pakai Alat Pengaman

Pekerja Proyek Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan, Diduga Tak Pakai Alat Pengaman

Megapolitan
Pendaftar Masih Kurang, Perekrutan Anggota PPS di Jakarta untuk Pilkada 2024 Diperpanjang

Pendaftar Masih Kurang, Perekrutan Anggota PPS di Jakarta untuk Pilkada 2024 Diperpanjang

Megapolitan
Pekerja Proyek Diduga Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Pekerja Proyek Diduga Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Megapolitan
25 Warga Depok Tertipu Investasi Emas 'Bodong', Total Kerugian Capai Rp 6 Miliar

25 Warga Depok Tertipu Investasi Emas "Bodong", Total Kerugian Capai Rp 6 Miliar

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com