JAKARTA, KOMPAS.com — Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengaku sudah beberapa kali melakukan pertemuan dengan Uber Taksi. Dalam pertemuan itu, Uber berulang kali menyebut telah membentuk perusahaan.
"Tapi sampai sekarang kami belum terima (dasar hukumnya). Kami sudah temui mereka, kalau mau bisnis di sini berarti harus bayar pajak," kata Basuki, di Balai Kota, Senin (14/3/2016).
Kemudian, lanjut dia, pemilik mobil yang tergabung di Uber harus membayar pajak penghasilan (PPh). Jika penghasilan pemilik mobil di bawah Rp 4,8 miliar setahun, maka kewajiban pajaknya hanya sebesar satu persen.
"Kalau kamu masih kategori UKM, kena pajaknya satu persen. Tetapi, sampai sekarang Uber belum bayar pajak," kata Basuki.
Senada dengan Basuki, Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta Andri Yansyah menyebut Uber belum membayar pajak. Mereka harus memenuhi berbagai persyaratan administrasi sebelum beroperasi.
"Itu dia yang dipermasalahkan karena mereka tidak bayar dan tidak lapor pajak," kata Andri.
Mengacu pada UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, tercatat ada tujuh syarat yang harus dipenuhi perusahaan angkutan umum. Ketujuh syarat itu adalah angkutan harus berbadan hukum, memiliki surat domisili usaha, memiliki izin gangguan yang diatur dalam undang-undang gangguan, serta izin penyelenggaraan.
Selain itu, perusahaan angkutan umum juga harus memiliki minimal lima unit, memiliki pul untuk servis dan perawatan, serta mempunyai kesiapan administrasi operasional. Kendaraan yang digunakan juga harus memiliki surat izin yang jelas.