JAKARTA, KOMPAS.com - Dengan bantuan dua tongkat, Yolandi (30) menyeberang menuju sebuah warung kecil di pinggir jalan. Meski penyandang disabilitas, tapi dia masih cekatan.
Sesekali ia harus meninggalkan gerobaknya, berjalan memulung barang menggunakan karung yang dipikulnya.
Di seberang jalan sudah ada ibunya, Mumun (70), yang tengah berbincang dengan pemilik salah satu warung. Di belakang warung itu nampak tumpukan karung yang akan diberikan kepada Yolandi dan Mumun.
"Kerjaan saya setiap hari seperti ini. Mengumpulkan barang bekas," kata Yolandi saat berbincang dengan Kompas.com, di Jalan Raya Kutabumi, Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang, Selasa (22/3/2016).
Yolandi bekerja sebagai pemulung bukan tanpa sebab. Ia merupakan penyandang disabilitas, kedua kakinya tak bisa digunakan lantaran terserang penyakit polio atau poliomyelitis. Sejak kecil dirinya tak mampu berjalan dengan sempurna.
"Dari bayi seperti ini (tak bisa jalan). Kurang tau, jadi pas keluar dari bayi begini," cerita Yolandi.
Kondisi demikian membuat Yolandi tak bisa berbuat banyak. Hingga menginjak umur tujuh tahun, Yolandi baru bisa mengenyam pendidikan di sekolah dasar (SD). Harapannya, setelah sekolah, ia bisa menggapai mimpinya untuk menjadi teknisi sepeda motor.
Namun, nasib berkata lain. "Pas didaftarin sekolah, saya selalu sakit. Jadi gak boleh sekolah. Pas saya gak sekolah, kenapa itu sehat terus," ungkapnya.
"Guru saya bilang, 'Yolandi kamu sekolah lagi'. Saya masuk sekolah, eh saya sakit lagi. Terpaksa saya berhenti, stop. Saya juga bingung kenapa," kata Yolandi.
Tak bersekolah, Yolandi lalu membantu pekerjaan ibunya. Apapun kerjaannya ia lakoni, meski memiliki keterbatasan fisik.
Mulai dari bantu Mumun untuk jadi buruh cuci hingga pencabut rumput di ladang. Saat usianya 20 tahun, Yolandi iba melihat sang ibu yang sudah tua namun masih bekerja sebagai buruh cuci di perumahan daerah Kuta Baru, Tangerang.
"Saya pikir, saya sudah dewasa dan harus bantu orangtua. Saya hasilnya usaha jadi kayak gini (pengumpul barang bekas)," ungkap Yolandi.
Menjadi pengumpul barang bekas bagi Yolandi tak mudah. Sebelum ia menggunakan tongkat, ia berjalan dengan dengkulnya.
Hingga suatu saat ada orang yang bermurah hati dan memberikannnya sepasang tongkat.