Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Blue Bird dan Express Untung Besar, kenapa Sopirnya Masih Demo?

Kompas.com - 26/03/2016, 15:18 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dua perusahaan taksi besar, Blue Bird dan Express, disebut Wakil Ketua Kadin DKI Jakarta Sarman Simanjorang meraup untung besar dari kegiatan mereka selama ini.

Namun, hal itu dianggap tidak sebanding dengan kesejahteraan para pengemudi atau sopirnya, hingga mereka ikut unjuk rasa menentang perusahaan penyedia jasa transportasi online yang dianggap merugikan mereka.

"Keuntungan perusahaan yang begitu besar tidak diiringi dengan kesejahteraan sopir. Ini yang kami lihat. Ke depan, harus diatur juga oleh pemerintah," kata Sarman dalam diskusi program Polemik Sindo Trijaya FM di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (26/3/2016).

Sarman menjelaskan, selama ini, pengemudi angkutan umum, khususnya sopir taksi, hanya bisa menikmati uang yang dia dapat dari sisa usaha dia mengangkut penumpang sehari-hari.

(Baca : Pengusaha Taksi Konvensional Diminta Adaptasi dengan Aplikasi Digital)

 

Sementara itu, perusahaan selalu membebankan setoran yang tinggi kepada para sopir.

Maka, yang terjadi, mereka kesulitan untuk memenuhi besaran setoran yang ditentukan pihak perusahaan dan sama sekali tidak membawa uang pulang, bahkan tidak jarang harus menutup kekurangan setorannya sendiri.

"Ini kan tidak seimbang. Perusahaan untung besar, tapi tidak mengalir ke sopirnya. Menurut hemat saya, (keduanya) harus sejalan. Ini jomplang begitu, loh," tutur Sarman.

Harian Kompas Perbedaan Taksi Reguler dan Taksi Berbasis Aplikasi

Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Paguyuban Pengemudi Angkutan Darat (PPAD) Juni Prayitno mengungkapkan, para sopir tidak berdaya terhadap kebijakan perusahaan yang menaikkan beban setoran.

Para sopir juga menilai, tidak mungkin untuk menurunkan tarif agar dapat bersaing dengan perusahaan penyedia jasa transportasi online, karena sejumlah langkah yang harus ditempuh melibatkan pemerintah dan perusahaan.

(Baca : Saat Uber dan Grab Car Sudah Resmi, Apakah Tarifnya Setara Taksi Konvensional?)

 

"Kami pernah menyampaikan keluhan kami di lapangan kepada perusahaan. Sudah pernah dibantu Organda, sudah diusulkan. Respons perusahaan sebenarnya ada, tapi tidak mungkin menurunkan tarif. Tarif ini sudah sesuai dengan Peraturan Gubernur (Pergub). Kami pun tahu itu. Kalau kami demo ke perusahaan, salah alamat, karena sudah sesuai dengan peraturan," ujar Juni.

Maka dari itu, para sopir menyalahkan perusahaan penyedia jasa transportasi online atau yang lebih dikenal sebagai taksi online, karena dianggap merebut pasar atau konsumen mereka.

Dari penuturan sejumlah sopir, semenjak ada taksi online, pendapatan mereka berkurang hingga 50 persen.

Kompas TV Nasib Taksi di Era Aplikasi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Megapolitan
Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Megapolitan
Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Megapolitan
Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Megapolitan
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Megapolitan
Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Megapolitan
Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Megapolitan
Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Megapolitan
Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com