JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Hanura Very Younevil menceritakan dinamika yang terjadi di internal DPRD DKI terkait Raperda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil serta Revisi Perda Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Menurut Very, dua raperda ini sudah bermasalah sejak awal, bahkan sebelum masuk agenda pembahasan.
"Ketika kita melakukan paripurna agenda pandangan umum fraksi, dari 9 fraksi hanya 1 yang menolak. 4 fraksi setuju dengan catatan, sisanya menyetujui," ujar Very dalam sebuah diskusi di Warung Daun, Jalan Cikini Raya, Sabtu (9/4/2016).
Fraksi yang menolak adalah Fraksi PPP sedangkan fraksi yang setuju dengan catatan adalah Fraksi Hanura, Fraksi Golkar, Fraksi Demokrat-PAN, dan Fraksi Nasdem. Kemudian fraksi yang menyetujui adalah Fraksi PDI-P, Fraksi Partai Gerindra, dan Fraksi PKS.
"Kami dari Hanura menginginkan sebelum pembahasan dilakukan, harus ada pengkajian mendalam di aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan," ujar Very.
(Baca: Saling Tuding Ahok dan Taufik soal Tambahan Kontribusi di Raperda Reklamasi )
Namun, kata Very, catatan-catatan tersebut seolah dikesampingkan oleh pimpinan DPRD DKI. Dua minggu setelah paripurna, pembahasan di Balegda sudah dimulai tanpa ada kajian lagi.
Very mengatakan unsur pemaksaan oleh pimpinan Dewan sudah terlihat dari sini. Terbukti, meski anggota Balegda yang hadir hanya sedikit, tapi rapat pembahasan tetap digelar.
"Yang ikut rapat paling hanya 30 persen. Dari anggota Balegda yang lebih dari 30 orang itu, kalau yang hadir rapat hanya 3 orang misalkan, sudah jalan itu rapatnya," ujar Very.
Pemaksaan lainnya juga muncul ketika sidang paripurna. Sudah lebih dari dua kali, sidang paripurna selalu gagal karena tidak kuorum.
Namun, jadwal sidang terus ditentukan. Pemaksaan dari pihak eksekutif juga ada. Sebab, eksekutif sudah telanjur memberi izin dan membutuhkan perda tersebut. Raperda ini diketahui juga merupakan usulan eksekutif.
"Pemaksaan bisa kita lihat bahwa kita sudah paripurna berkali-kali tak pernah kuorum. Sudah 4 kali enggak kuorum. Ada kesan bahwa raperda ini harus segera disahkan," ujar Very.
Kini, DPRD DKI sudah memutuskan untuk menunda pembahasan dua raperda tersebut. Dua raperda diputuskan akan dibahas kembali pada periode legislatif berikutnya.