Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 18/05/2016, 15:42 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Kebijakan pembatasan kendaraan dengan pengaturan pelat nomor genap dan ganjil dinilai tidak lebih baik dibandingkan dengan kebijakan tiga penumpang per kendaraan.

Selain belum memiliki payung hukum, efektivitas pengaturan pelat nomor genap ganjil untuk mengurangi kemacetan masih diragukan. Di sisi lain, pengawasan pelaksanaan dan penegakan hukumnya berat.

Wacana pembatasan kendaraan dengan pengaturan pelat nomor genap ganjil ini disampaikan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama beberapa waktu lalu.

Gubernur mewacanakan kebijakan ini sebagai kebijakan transisi pasca penghapusan kebijakan minimal tiga penumpang per kendaraan (3 in 1) mulai Senin (16/5) dan sebelum pelaksanaan jalan berbayar (electronic road pricing/ERP) yang ditargetkan terealisasi tahun 2017.

Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Ellen Tangkudung, Selasa (17/5), menyatakan, pengawasan kebijakan pelat nomor genap ganjil dilakukan secara manual sehingga butuh petugas dalam jumlah besar.

Penegakan hukumnya juga tak kalah rumit karena petugas harus mencocokkan pelat nomor dengan surat tanda nomor kendaraan (STNK).

Selain itu, kebijakan genap ganjil berpotensi "disiasati" oleh pengguna kendaraan pribadi dengan membuat dua pelat nomor sekaligus untuk mengelabui petugas.

"Polisi akan bekerja sangat berat untuk mengawasi kendaraan. Saya ragu kebijakan itu efektif mengurangi kemacetan," ujarnya.

Program genap ganjil telah diwacanakan sejak beberapa tahun lalu. Namun, rencana penerapannya menuai pro dan kontra.

Penegakan hukum di lapangan juga dinilai tidak mudah. Pemeriksaan dengan menghentikan kendaraan di jalan berpotensi memicu kemacetan.

Menurut Ellen, ketimbang mewacanakan kebijakan baru yang butuh proses administrasi dan memakan waktu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta lebih baik meneruskan 3 in 1.

Warga Jakarta sudah paham teknis pelaksanaannya meski dianggap tak efektif mengatasi kemacetan.

"Jika problemnya karena keberadaan joki, pemerintah bisa mengatasinya dengan memperketat pengawasan, bukan menghapuskannya. Selain meneruskan 3 in 1, pemerintah juga harus mempercepat pelaksanaan ERP, kebijakan yang lebih ideal untuk membatasi kendaraan," kata Ellen.

Direktur Eksekutif Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Deddy Herlambang menambahkan, ERP ideal untuk membatasi kendaraan pribadi di jalan raya.

Selain mengendalikan volume kendaraan, ERP juga menghasilkan uang untuk membangun infrastruktur atau memperkuat transportasi publik. Cara serupa ditempuh pemerintah kota besar di sejumlah negara maju.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Megapolitan
Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com