JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Yusmada Faizal memaparkan alasan dibangunnya Simpang Susun Semanggi.
Menurut Yusmada, jalan layang tersebut dibangun sebagai pemisahan arus di kawasan itu.
"Sekarang ini Semanggi macet, karena ada kondisi weaving (pertemuan jalur cepat dan lambat), di mana saling menjalin kendaraan yang mau ke kiri dan kanan saling berbenturan," kata Yusmada dalam sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (12/7/2016).
(Baca juga: Simpang Susun Semanggi Ditargetkan Beroperasi 17 Agustus 2017)
Salah satu contoh pertemuan ruas yang akan dipisahkan dengan jalan layang itu adalah arus dari ruas Jalan Gatot Subroto dan Jalan Sudirman di kolong Bundaran Semanggi.
Yusmada menyampaikan, weaving menjadi masalah ketika volume kendaraan meningkat.
Sebab, saat terjadi weaving, harus ada jarak antarkendaraan agar tak terjadi kemacetan.
"Sekarang volume kendaraan sudah padat. Lihat sendiri sehari-hari bumper to bumper itu sudah sangat padat. Jadi ini terjadi delay, akhirnya terjadi antrean yang panjang," kata Yusmada.
Dengan demikian, lanjut Yusmada, pembangunan Simpang Susun Semanggi diharapkan menjadi solusi dalam memisahkan arus pertemuan antara jalur cepat dan lambat tersebut.
Selain itu, jalan layang itu dibangun untuk mengantisipasi benturan antara jalur cepat dan jalur lambat.
"Rekomendasinya itu membuat jalur langsung (direct ramp) dari arah Bunderan HI-Cawang untuk menghilangkan weaving arah Timur-Selatan dan arah Blok M-Slipi untuk arah Utara-Selatan. Cukup dengan dua ramp, itu semua nanti jalur jalan sudah enggak ada lagi benturan-benturan," kata Yusmada.
(Baca juga: Jakarta Tidak Bisa Bergantung Hanya pada Jalan Layang Semanggi)
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menargetkan pembangunan Simpang Susun Semanggi rampung pada 2017 sehingga bisa dioperasikan untuk menunjang penyelenggaraan Asian Games 2018.
Adapun pengerjaan pembangunan Simpang Susun Semanggi dilakukan oleh PT Wijaya Karya (persero) Tbk.
Dana pembangunan proyek yang mencapai Rp 360 miliar itu berasal dari nilai kompensasi pengembang PT Mitra Panca Persada, anak perusahaan asal Jepang, Mori Building Company.