Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Upaya PT KAI Pertahankan Aset di Manggarai

Kompas.com - 22/07/2016, 11:23 WIB
David Oliver Purba

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com -
 PT Kereta Api Indonesia (Persero) sedang berusaha mempertahankan aset milik mereka. Salah satu aset tengah dipertahankan adalah sejumlah rumah di Kelurahan Manggarai, Jakarta Selatan.

Deputi II EVP Daop I Jakarta PT KAI, Ari Soepriadi menjelaskan, pada 2014, sejumlah warga yang tinggal di Kelurahan Manggarai pernah mengugat PT KAI ke PTUN. Menurut Ari, gugatan itu dilayangkan karena warga menilai PT KAI mengklaim rumah yang mereka huni sebagai milik PT KAI.

Namun, pada 20 Maret 2016, persidangan telah memutus bahwa rumah dan lahan tersebut merupakan milik PT KAI. Meski telah kalah, seorang warga Kelurahan Manggarai, Ridwan, kembali melayangkan gugatan ke PTUN dan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Menurut Ridwan, rumah itu merupakan warisan dari ayahnya yang merupakan mantan pegawai kereta api. Ridwan menyebut dirinya memiliki surat penempatan rumah (SPR) dari PJKA, perusahaan kereta api saat itu yang menjadi cikal bakal PT KAI. Ayah Ridwan telah menghuni rumah itu sejak 1960.

Untuk membuktikan bahwa lahan itu milik PT KAI, Ari mengatakan pihaknya memiliki atas hak berupa sertifikat hak pakai terhadap lahan tersebut. Mengenai Ridwan yang menyebut bahwa sertifikat PT KAI adalah palsu, menurut Ari, bukan kewenangan Ridwan untuk menyatakan sertifikat itu sah atau tidak sah.

Ari menegaskan, SPR yang dimaksud Ridwan sebagai bukti kepemilikan, sebenarnya bukanlah bukti kepemilikan rumah. Namun, layaknya surat izin tinggal dengan ketentuan jika pegawai tersebut ingin pensiun, dalam jangka waktu tiga bulan sebelum pensiun, pegawai itu harus menyerahkan kembali rumah itu ke PT KAI.

Ari menjelaskan bahwa aturan itu diperkuat dari SK direksi yang keluar pada 2009, di mana ada penetapan tarif sewa bagi warga yang ingin mengontrak di lahan atau rumah milik PT KAI.

"Setelah SK direksi 2009 keluar, semuanya gugur. Ada penetapan tarif sewa bangunan di mana semua penghuni di tanah dan bangunan harus sewa termasuk pegawai yang masih aktif," ujar Ari di Kantor Daop 1, Stasiun Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (21/7/2016).

Tak hanya itu, PT KAI menyebut kalau Ridwan telah merugikan PT KAI sebesar Rp 56 juta karena Ridwan tidak membayar sewa huniannya sejak 2009. Saat ini, PT KAI juga telah melaporkan Ridwan ke Polda Metro Jaya atas tuduhan penyerobotan aset milik PT KAI.

Ari menyampaikan, pihaknya masih menunggu kelanjutan proses laporan tersebut. Ia menegaskan, rumah milik PT KAI tidak boleh diwariskan kepada anak, cucu, maupun keluarga terdekat.

Sesuai dengan SK Direksi tahun 2009, seluruh penghuni rumah milik PT KAI termasuk pegawai aktif dan pensiunan, harus membayar sewa rumah sesuai dengan tarif yang telah ditentukan.

Ari mengatakan, di Kelurahan Manggarai, dari 1.300 kepala keluarga (KK) yang tercatat tinggal di rumah milik PT KAI, hanya 200-300 rumah saja yang melakukan kontrak sewa kepada PT KAI, sisanya dianggap tinggal tanpa izin.

Tak hanya itu, ada juga rumah milik PT KAI yang disewakan oleh oknum warga demi keuntungan pribadi. Warga menyewakan rumah itu kepada warga lain dengan biaya yang telah disepakati.

Ari menjelaskan, masyarakat umum bisa menyewa rumah milik PT KAI asal melakukan kontrak sewa dengan PT KAI. Namun tak seperti pegawai kereta api yang masih aktif atau pensiunan pegawai yang mendapat kelonggaran biaya sewa, masyarakat umum dibebankan 100 persen biaya sewa.

Selain itu, jika nantinya rumah atau lahan ingin digunakan PT KAI untuk kegiatan operasional, penghuni rumah harus bersedia meninggalkan rumah tersebut. Terkait warga yang saat ini tengah berkonflik dengan PT KAI, pihaknya tetap membuka komunikasi.

"Mereka boleh kembali tinggal di sana asal melakukan kontrak sewa dengan PT KAI," ujar Ari.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jawab Kritikan Ahok Soal Penonaktifan NIK KTP, Heru Budi : Pemprov DKI Hanya Menegakkan Aturan

Jawab Kritikan Ahok Soal Penonaktifan NIK KTP, Heru Budi : Pemprov DKI Hanya Menegakkan Aturan

Megapolitan
Paus Fransiskus ke Indonesia September 2024, KWI: Bawa Pesan Persaudaraan Umat Manusia

Paus Fransiskus ke Indonesia September 2024, KWI: Bawa Pesan Persaudaraan Umat Manusia

Megapolitan
Diterima Jadi Polisi, Casis Bintara Korban Begal: Awalnya Berpikir Saya Gagal

Diterima Jadi Polisi, Casis Bintara Korban Begal: Awalnya Berpikir Saya Gagal

Megapolitan
Polisi Kantongi Identitas Pengemudi Fortuner yang Halangi Laju Ambulans di Depok

Polisi Kantongi Identitas Pengemudi Fortuner yang Halangi Laju Ambulans di Depok

Megapolitan
Dapat Ganti Untung Normalisasi Ciliwung, Warga Rawajati Langsung Beli Rumah Baru

Dapat Ganti Untung Normalisasi Ciliwung, Warga Rawajati Langsung Beli Rumah Baru

Megapolitan
Tak Gentarnya Jukir Liar di Minimarket, Masih Nekat Beroperasi meski Baru Ditertibkan

Tak Gentarnya Jukir Liar di Minimarket, Masih Nekat Beroperasi meski Baru Ditertibkan

Megapolitan
Kilas Balik Kasus Pembunuhan Vina Cirebon, Kronologi hingga Rekayasa Kematian

Kilas Balik Kasus Pembunuhan Vina Cirebon, Kronologi hingga Rekayasa Kematian

Megapolitan
Dikritik Ahok soal Penonaktifan NIK KTP Warga Jakarta, Heru Budi Buka Suara

Dikritik Ahok soal Penonaktifan NIK KTP Warga Jakarta, Heru Budi Buka Suara

Megapolitan
Walkot Depok Terbitkan Aturan Soal 'Study Tour', Minta Kegiatan Dilaksanakan di Dalam Kota

Walkot Depok Terbitkan Aturan Soal "Study Tour", Minta Kegiatan Dilaksanakan di Dalam Kota

Megapolitan
Rumahnya Digusur Imbas Normalisasi Kali Ciliwung, Warga: Kita Ikut Aturan Pemerintah Saja

Rumahnya Digusur Imbas Normalisasi Kali Ciliwung, Warga: Kita Ikut Aturan Pemerintah Saja

Megapolitan
KPU Kota Bogor Lantik 30 Anggota PPK untuk Kawal Pilkada 2024

KPU Kota Bogor Lantik 30 Anggota PPK untuk Kawal Pilkada 2024

Megapolitan
Mau Bikin 'Pulau Sampah', Heru Budi: Sampah Sudah Enggak Bisa Dikelola di Lahan Daratan

Mau Bikin "Pulau Sampah", Heru Budi: Sampah Sudah Enggak Bisa Dikelola di Lahan Daratan

Megapolitan
Polri Gerebek Gudang Penyelundupan 91.246 Benih Bening Lobster di Bogor

Polri Gerebek Gudang Penyelundupan 91.246 Benih Bening Lobster di Bogor

Megapolitan
Walkot Jaksel: Warga Rawajati yang Terdampak Normalisasi Ciliwung Tidak Ada yang Protes

Walkot Jaksel: Warga Rawajati yang Terdampak Normalisasi Ciliwung Tidak Ada yang Protes

Megapolitan
4 Pelaku Sudah Ditangkap, Mobil Curian di Tajur Bogor Belum Ditemukan

4 Pelaku Sudah Ditangkap, Mobil Curian di Tajur Bogor Belum Ditemukan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com