JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Budi Waseso alias Buwas menyatakan dirinya serius mengusut pernyataan koordinator Kontras Haris Azhar mengenai pengakuan terpidana mati kasus narkoba, Freddy Budiman.
"Saya sampaikan saya tidak main-main dengan ini," kata Buwas, di kantor BNN, Cawang, Jakarta Timur, Selasa (2/8/2016).
Buwas menuturkan, BNN akan menindak tegas oknum petugas yang terlibat jaringan narkoba Freddy Budiman. Ia menegaskan tak ingin lembaga yang dipimpinnya dirusak oknum yang ikut bermain dalam peredaran narkoba di Indonesia.
Buwas mengakui saat ini dirinya tengah memeriksa jajaran di internal BNN, khususnya yang ikut menangani kasus Freddy.
"Anggota yang pernah menangani Freddy sudah kita minta keterangannya semua. Kita juga akan telusuri dari agenda surat tugas," ujar Buwas.
Buwas juga akan menelusuri informasi mengenai oknum anggotanya yang disebut mengantar Freddy melihat pabrik narkoba di China dan yang memerintahkan mencabut CCTV untuk mengawasi Freddy di lapas. Koordinasi dilakukan bersama jajaran Polri dan TNI.
"Kita akan minta keterangan kepala lapas. Apa benar ada oknum anggota BNN yang memerintahkan seperti itu. Kita verifikasi, kita membersihkan diri juga. BNN juga manusia, bisa saja," ucapnya.
Kesaksian Freddy, menurut Haris, didapat pada masa kesibukan memberikan pendidikan HAM kepada masyarakat di masa kampanye Pilpres 2014.
Haris memperoleh undangan dari salah satu organisasi gereja yang aktif memberikan pendampingan rohani di Lapas Nusakambangan.
Dalam kesempatan itu, Haris antara lain bertemu dengan John Refra alias John Kei. Ia juga sempat bertemu dengan Rodrigo Gularte, terpidana mati gelombang kedua, April 2015.
Menurut Haris, Freddy bercerita ia hanyalah operator penyelundupan narkoba skala besar. Saat hendak mengimpor narkoba, Freddy menghubungi berbagai pihak untuk mengatur kedatangan narkoba dari China.
"Kalau saya mau selundupkan narkoba, saya acarain (atur) itu. Saya telepon polisi, BNN, Bea Cukai dan orang yang saya hubungin itu semuanya titip harga," kata Haris mengulangi cerita Freddy, di Kontras, Jakarta, Jumat (29/7/2016).
Freddy bercerita kepada Haris, harga narkoba yang dibeli dari China seharga Rp 5.000. Sehingga, ia tidak menolak jika ada yang menitipkan harga atau mengambil keuntungan penjualan Freddy.
Oknum aparat disebut meminta keuntungan kepada Freddy dari Rp 10.000 hingga Rp 30.000 per butir.