Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 14/08/2016, 21:57 WIB

Aturan Kawasan Dilarang Merokok sudah 10 tahun diterapkan di Jakarta. Namun, warga Ibu Kota masih belum bebas dari asap rokok di ruang publik. Pelanggaran aturan masih terjadi seiring dengan lemahnya penegakan hukum.

Kebijakan pelarangan merokok di tempat umum bermula dari pengendalian merokok di lingkungan kerja Pemprov DKI (SK Gubernur Nomor 16 Tahun 2004). SK tersebut dikembangkan menjadi Peraturan Gubernur No 75/2005 yang isinya larangan merokok di Kawasan Dilarang Merokok (KDM), seperti tempat umum, tempat kerja, tempat proses belajar-mengajar, tempat pelayanan kesehatan, dan tempat ibadah, serta arena kegiatan anak-anak dan angkutan umum. Sebagai gantinya, tersedia kawasan merokok yang tempatnya terpisah.

Tahun 2010, larangan merokok itu diperbarui melalui Pergub No 88/2010. Dalam pergub tersebut, semua pengelola bangunan harus mengarahkan perokok untuk merokok di luar gedung. Tempat ibadah, pendidikan, sarana kesehatan, tempat rekreasi anak, dan angkutan umum juga harus steril dari asap rokok.

Namun, sejumlah aturan itu dinilai belum berhasil mengurangi kepulan asap rokok di udara Ibu Kota. Sejumlah warga masih sering terlihat merokok di KDM. Hal itu juga diamini hampir semua responden jajak pendapat Kompas pada pertengahan Juni lalu.

Pendapat masyarakat tersebut senada dengan penelitian LSM Koalisi Smoke Free Jakarta pada 2014-2015 yang menunjukkan, 70 persen dari 1.550 tempat publik di Jakarta melanggar peraturan KDM (Kompas, 30/9/2015).

Tak hanya itu, sepanjang 2014, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menerima aduan pelanggaran aturan larangan merokok di angkutan umum. Dari 541 laporan, sebanyak 50 persen perokok di angkutan umum adalah sopir, disusul penumpang 30 persen, dan sisanya kenek atau kondektur (Kompas, 25/1/2015).

Pelanggaran aturan merokok itu mengganggu warga, khususnya warga nonperokok. Sebanyak 82 persen responden nonperokok menyatakan cukup terganggu dengan keberadaan perokok di kawasan larangan merokok.

Sikap itu beralasan karena berdasarkan penelitian ahli kesehatan masyarakat Indonesia, seperti dikutip laman Doktersehat.com, hanya 25 persen asap rokok yang diisap si perokok. Sebanyak 75 persennya menyebar ke udara bebas dan berpotensi terisap orang lain yang tidak merokok.

Penegakan hukum

Berbagai kebijakan larangan merokok yang sudah dikeluarkan Pemprov DKI patut diacungi jempol. Berkat peraturan itu, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo pernah menerima Medali Pionir Gubernur Anti Merokok dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2014. Namun, aturan tersebut bak macan ompong karena masih saja perokok berani merokok di KDM.

Sebenarnya, selama 10 tahun terakhir, Pemprov DKI tak berdiam diri untuk terus menegakkan aturan tersebut. Razia dan inspeksi mendadak di sejumlah tempat larangan merokok terus dilakukan sejak 2005 sampai sekarang.

Sanksi pidana bagi perokok yang melanggar aturan juga telah ditetapkan melalui peraturan daerah (perda) mengenai pengendalian pencemaran udara. Bagi orang yang merokok di KDM diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 bulan atau denda maksimal Rp 50 juta. Tahun 2013, Pemprov DKI mengeluarkan aturan akan mencabut Tunjangan Kinerja Daerah bagi pegawai pemprov yang kedapatan merokok di KDM.

Sanksi tak hanya berlaku bagi perokok, tetapi juga bagi pengelola KDM yang tidak memiliki komitmen, tak melakukan pengawasan, dan membiarkan orang merokok di tempat terlarang tersebut. Sanksi administratif itu berupa peringatan tertulis, penyebutan nama tempat kegiatan secara terbuka kepada publik melalui media massa, penghentian sementara kegiatan usaha, sampai pencabutan izin.

Namun, segala bentuk sanksi itu dinilai belum menimbulkan efek jera oleh 78 persen responden. Penangkapan pelanggar memang dilakukan. Namun, sanksi tegas pidana belum dilakukan karena penyelenggaraan persidangan membutuhkan biaya besar. Hal tersebut akan memberi beban keuangan bagi pemerintah.

Pemprov DKI seharusnya bisa belajar pada Pemerintah Singapura yang tegas menegakkan aturan dilarang merokok di ruang publik. Perokok yang melanggar aturan benar-benar dihukum denda besar (sekitar 600 dollar Singapura atau senilai Rp 5,9 juta) serta diwajibkan membersihkan tempat umum selama lima jam dengan memakai rompi oranye bertuliskan "Perintah Hukuman Kerja".

(MB DEWI PANCAWATI/Litbang Kompas)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Agustus 2016, di halaman 12 dengan judul "Jakarta Belum Bebas Rokok".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

Megapolitan
Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Megapolitan
Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Megapolitan
Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Megapolitan
Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Megapolitan
Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Megapolitan
Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Megapolitan
Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Megapolitan
Rayakan 'May Day Fiesta', Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Rayakan "May Day Fiesta", Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Megapolitan
Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Megapolitan
Polisi Tangkap Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi

Polisi Tangkap Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi

Megapolitan
Hadiri 'May Day Fiesta', Massa Buruh Mulai Bergerak Menuju GBK

Hadiri "May Day Fiesta", Massa Buruh Mulai Bergerak Menuju GBK

Megapolitan
Pakai Caping Saat Aksi 'May Day', Pedemo: Buruh seperti Petani, Semua Pasti Butuh Kami...

Pakai Caping Saat Aksi "May Day", Pedemo: Buruh seperti Petani, Semua Pasti Butuh Kami...

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com