Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Mantan Pegawai PT Transjakarta soal Kewajiban Beli Seragam Ratusan Ribu Rupiah

Kompas.com - 31/08/2016, 14:35 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com -
Salah satu mantan karyawan PT Transportasi Jakarta (Transjakarta), Awaludin, mengungkapkan kewajiban dia dan pekerja lainnya membeli seragam seharga Rp 200.000 hingga Rp 500.000 untuk bekerja. Seragam yang dimaksud adalah kemeja dan celana bahan berwarna abu-abu dan merah, berikut dengan topi dan atribut lainnya.

"Jadi saya kerja di sini pas mau tanda tangan kontrak dikasih tahu, kalau seragam harus beli lagi. Bayar Rp 200.000 ke korlap (koordinator lapangan). Kalau enggak mau beli, enggak usah kerja, begitu katanya," kata Awaludin saat ditemui Kompas.com di Komnas HAM, Rabu (31/8/2016).

Menurut Awaludin yang sebelumnya bekerja di Pusat Kendali Transjakarta, kebanyakan karyawan terpaksa mengeluarkan uang tambahan untuk membeli seragam tersebut. Harga Rp 200.000 itu untuk satu stel seragam, mulai dari kemeja hingga celana. Sedangkan atribut yang diberikan secara cuma-cuma oleh pihak perusahaan, menurut Awaludin, hanya kaus polo biru bertuliskan "Transjakarta" yang dikenakan setiap hari Jumat, jas hujan, dan satu pasang sepatu hitam.

Sedangkan seragam yang harus dibeli itu lebih sering digunakan saat hari kerja, sehingga karyawan secara tidak langsung perlu memiliki dua stel seragam tersebut.

Mantan karyawan PT Transjakarta lainnya, Fauzi, menuturkan, seragam yang dipesan ke korlap itu didapat salah satunya dari kios yang ada di Pasar Senen, Jakarta Pusat. Fauzi mengaku pernah mendatangi dan membeli langsung seragam transjakarta di sana.

"Ada tokonya di lantai satu, saya lupa namanya apa. Tapi, bilang saja ke orang sana, mau beli perlengkapan busway, begitu. Kayaknya itu dijual bebas, deh, siapa saja bisa beli. Enggak ditanya dulu kerja di transjakarta apa enggak," tutur Fauzi yang sempat bekerja sebagai petugas on board.

Para karyawan kini semakin merasa terbebani soal seragam, karena perusahaan mengharuskan mereka mengenakan seragam batik di hari tertentu. Biaya seragam batik ini, jika beli dari korlap, mencapai Rp 500.000 untuk satu stel.

Keharusan membeli seragam itu dianggap merugikan karyawan. Menurut para karyawan, seharusnya perusahaan tidak lagi membebankan biaya seragam karena hal tersebut adalah tanggung jawab perusahaan.

Kompas.com masih mencari kios penjual seragam transjakarta yang dimaksud di dalam Pasar Senen. Sementara itu, Kepala Humas PT Transjakarta Prasetia Budi juga sudah dihubungi untuk dikonfirmasi, tetapi belum ada respons.

(Baca: Keluhan Mantan Pegawai Transjakarta, Mulai dari Gaji di Bawah UMP hingga PHK Mendadak)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Warga Boleh Buang Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu pada Pagi Hari, Petugas Bakal Lakukan 'OTT'

Warga Boleh Buang Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu pada Pagi Hari, Petugas Bakal Lakukan "OTT"

Megapolitan
Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Ditahan Selama 7 Hari

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Ditahan Selama 7 Hari

Megapolitan
Dubes Palestina: Gaza Utara Hancur Total, Rafah Dikendalikan Israel

Dubes Palestina: Gaza Utara Hancur Total, Rafah Dikendalikan Israel

Megapolitan
Warga Luar Jadi Biang Kerok Menumpuknya Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Warga Luar Jadi Biang Kerok Menumpuknya Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Megapolitan
Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Megapolitan
PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Megapolitan
Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Megapolitan
Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Megapolitan
Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Megapolitan
Keterlibatan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP, dari Panggil Korban sampai 'Kompori' Tegar untuk Memukul

Keterlibatan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP, dari Panggil Korban sampai "Kompori" Tegar untuk Memukul

Megapolitan
Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Ahok : Buat Tinggal di Jakarta, Gaji Ideal Warga Rp 5 Juta

Ahok : Buat Tinggal di Jakarta, Gaji Ideal Warga Rp 5 Juta

Megapolitan
Ahok: Saya Mendorong Siapa Pun yang Jadi Gubernur Jakarta Harus Serahkan Nomor HP Pribadi ke Warga

Ahok: Saya Mendorong Siapa Pun yang Jadi Gubernur Jakarta Harus Serahkan Nomor HP Pribadi ke Warga

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com