JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut umum (JPU) yang menangani kasus kematian Wayan Mirna Salihin, Ardito Muwardi, mengatakan bahwa persyaratan teknis yang diatur dalam prosedur pemeriksaan barang bukti kasus keracunan berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2009 hanya wajib dipenuhi apabila otopsi dilakukan.
Namun, dalam kasus Mirna, kata dia, jenazah wanita itu tidak diotopsi, tetapi hanya diambil sampel organ tubuhnya.
"Itu kan syarat untuk otopsi. Ya artinya diharapkan itu adalah ketika diotopsi seperti itu. Ini dalam hal ini tidak dilakukan otopsi," ujar Ardito seusai persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (14/9/2016) malam.
Oleh karena itu, menurut dia, syarat-syarat pemeriksaan organ dan cairan tubuh tidak perlu dilakukan karena Mirna tidak diotopsi.
"Oh iya dong (tidak harus dilakukan)," kata Ardito.
(Baca juga: Saksi Ahli dari Pihak Jessica Sesalkan Tiosianat Tidak Diperiksa)
Soal syarat-syarat teknis pemeriksaan barang bukti dalam kasus keracunan ini disinggung kuasa hukum terdakwa, Jessica Kumala Wongso, Otto Hasibuan, dalam persidangan.
Otto menunjukkan soft file Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2009 tentang Tata Cara dan Persyaratan Permintaan Pemeriksaan Teknis Kriminalistik Tempat Kejadian Perkara dan Laboratoris Kriminalistik Barang Bukti kepada Laboratorium Forensik Kepolisian Negara Republik Indonesia tersebut dengan menggunakan proyektor dalam persidangan.
Menurut pihak kuasa hukum, pemeriksaan barang bukti kematian Mirna tidak sesuai dengan peraturan Kapolri.
(Baca juga: Pengacara Jessica: Pemeriksaan Barang Bukti Langgar Peraturan Kapolri)
Setelah Kompas.com mengecek Peraturan Kapolri yang dimaksud Otto, ada dua pasal yang merupakan bagian dari judul "Pemeriksaan Barang Bukti Keracunan".
Kedua pasal tersebut adalah pasal 58 dan 59. Adapun pasal 58 menyatakan bahwa pemeriksaan barang bukti keracunan dilaksanakan di Labfor Polri dan/atau tempat kejadian perkara (TKP).
Sementara itu, pasal 59 memberikan penjelasan teknis mengenai pemeriksaan barang bukti keracunan tersebut.
Dalam pasal 59 ayat 2 dijelaskan bahwa pemeriksaan barang bukti keracunan untuk korban mati wajib memenuhi persyaratan teknis, yakni pemeriksaan lambung beserta isinya, hati, ginjal, jantung, tissue adipose (jaringan lemak bawah perut), dan otak.
Sampel masing-masing organ tubuh diambil 100 gram. Pasal 59 juga menjelaskan pemeriksaan cairan tubuh, yakni 25 mililiter urine dan 10 mililiter darah, sebagai langkah yang harus dilakukan.
Pengambilan barang bukti organ dan cairan tubuh tersebut dilakukan oleh dokter pada saat otopsi.