Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Curiga Data Pemilih Tak Akurat, Gerindra Lakukan "Coklit" untuk Pilkada DKI

Kompas.com - 18/09/2016, 20:27 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - DPD Gerindra DKI Jakarta mengajak seluruh kader hingga pengurus ranting di seluruh wilayah DKI Jakarta melakukan pencocokan dan penelitian atau coklit sejumlah data pemilih untuk Pilkada DKI Jakarta.

Coklit dilakukan atas dasar kecurigaan Gerindra terhadap selisih jumlah data penduduk wajib KTP dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil DKI Jakarta dengan Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) dan Daftar Pemilih Tetap (DPT) dari KPUD DKI Jakarta.

"Dukcapil memberikan data yang tidak akurat. Kami pahami, ini ada maksud-maksud tertentu. Bagaimana bisa data dari 7,3 juta pemilih naik signifikan jadi 8,2 juta pemilih? Ini perlu kita awasi bersama," kata Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta Mohamad Taufik saat memimpin Rapat Konsolidasi Kader Gerindra DKI Jakarta di Gedung Joang, Minggu (18/9/2016).

Data yang dimaksud Taufik adalah jumlah penduduk Jakarta wajib KTP sebesar 7.389.470 dengan jumlah hasil sinkronisasi DP4 dengan DPT sebesar 8.243.651 jiwa.

Data jumlah penduduk itu dikeluarkan oleh Dinas Dukcapil DKI Jakarta untuk periode semester pertama tahun 2016, sedangkan jumlah DP4 dengan DPT dikeluarkan oleh KPU.

Adapun rinciannya, DP4 bersumber dari Kemendagri ke KPU RI tanggal 14 Juli 2016. Sedangkan DPT menggunakan data KPUD DKI Jakarta yang sama dengan DPT Pilpres tahun 2014 silam.

Kedua data itu disinkronisasi lalu dibandingkan dengan data jumlah penduduk yang hasilnya memiliki selisih sekitar 854.181 jiwa.

"Selisihnya lumayan besar itu. Makanya, kita lakukan coklit. Sekarang coklit sudah berjalan sepuluh hari. Akan kita laksanakan selama 30 hari, sampai tanggal 8 Oktober 2016," tutur Ketua Penjaringan Cagub DKI Jakarta dari Partai Gerindra, Syarif, secara terpisah.

Coklit dilakukan dengan menggandeng pengurus RT dan RW sebagai partner. Syarif menyarankan, coklit pertama-tama dilakukan terhadap orang dekat para kader, seperti anggota keluarga, teman, dan kerabat di lingkungan tempat mereka tinggal. Jika saat coklit ada kejanggalan yang ditemukan, para kader diminta untuk segera melapor ke DPD.

"Coklit keluarga, pacar, teman, pokoknya orang-orang terdekat kita. Pemilih sekarang kan berdasarkan orang yang punya e-KTP dan sudah rekam. Di akhir coklit, harusnya angkanya tidak lebih dari 7,6 juta pemilih," ujar Syarif.

Selain itu, pemilih yang sudah rekam tetapi belum menerima e-KTP, disebut Taufik bisa menerima surat keterangan dari Dinas Dukcapil DKI Jakarta. Sehingga, warga tersebut bisa memilih sama seperti warga lain yang sudah punya e-KTP.

"Enggak ada itu dalam undang-undang, enggak punya e-KTP, pakai surat keterangan, bisa ikut milih. Ini tanda-tanda mau nakal. Kan dia (Pemprov DKI Jakarta) yang ngeluarin, jadi dia bisa kasih ke siapa saja. Harus kita kawal," tandas  Taufik.

Kompas.com telah menghubungi Kepala Dinas Dukcapil DKI Jakarta Edison Sianturi untuk menanyakan perihal surat keterangan tersebut, namun belum ada respons.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Megapolitan
Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Megapolitan
Golkar Depok Ajukan Ririn Farabi Arafiq untuk Maju Pilkada 2024

Golkar Depok Ajukan Ririn Farabi Arafiq untuk Maju Pilkada 2024

Megapolitan
Jasad Bayi Tergeletak di Pinggir Tol Jaksel

Jasad Bayi Tergeletak di Pinggir Tol Jaksel

Megapolitan
Fakta Kasus Pembunuhan Wanita Dalam Koper di Cikarang: Korban Disetubuhi lalu Dibunuh oleh Rekan Kerja

Fakta Kasus Pembunuhan Wanita Dalam Koper di Cikarang: Korban Disetubuhi lalu Dibunuh oleh Rekan Kerja

Megapolitan
Kronologi Jari Satpam Gereja di Pondok Aren Digigit Sampai Putus, Pelaku Diduga Mabuk

Kronologi Jari Satpam Gereja di Pondok Aren Digigit Sampai Putus, Pelaku Diduga Mabuk

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Ditangkap di Rumah Istrinya

Pembunuh Wanita Dalam Koper Ditangkap di Rumah Istrinya

Megapolitan
DJ East Blake Nekat Sebar Video dan Foto Mesum Mantan Kekasih sebab Tak Terima Diputuskan

DJ East Blake Nekat Sebar Video dan Foto Mesum Mantan Kekasih sebab Tak Terima Diputuskan

Megapolitan
RTH Tubagus Angke Jadi Tempat Prostitusi, Satpol PP dan Dinas Terkait Dinilai Lalai

RTH Tubagus Angke Jadi Tempat Prostitusi, Satpol PP dan Dinas Terkait Dinilai Lalai

Megapolitan
7 Tahun Berdiri, Lokasi Binaan Pasar Minggu Kini Sepi Pedagang dan Pembeli

7 Tahun Berdiri, Lokasi Binaan Pasar Minggu Kini Sepi Pedagang dan Pembeli

Megapolitan
Polisi Tangkap DJ East Blake yang Diduga Sebar Video dan Foto Mesum Mantan Kekasih

Polisi Tangkap DJ East Blake yang Diduga Sebar Video dan Foto Mesum Mantan Kekasih

Megapolitan
Pihak Keluarga Bakal Temui Ibu Pengemis Viral yang Paksa Orang Sedekah

Pihak Keluarga Bakal Temui Ibu Pengemis Viral yang Paksa Orang Sedekah

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Setubuhi Korban Sebelum Membunuhnya

Pembunuh Wanita Dalam Koper Setubuhi Korban Sebelum Membunuhnya

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Dikenakan Pasal Pembunuhan Berencana

Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Dikenakan Pasal Pembunuhan Berencana

Megapolitan
Tak Sadar Jarinya Digigit sampai Putus, Satpam Gereja: Ada yang Bilang 'Itu Jarinya Buntung'

Tak Sadar Jarinya Digigit sampai Putus, Satpam Gereja: Ada yang Bilang "Itu Jarinya Buntung"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com