Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim Kasus Ahok Diminta Tidak Terpengaruh Desakan Massa

Kompas.com - 06/12/2016, 19:35 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus penistaan agama yang melilit Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam waktu dekat akan disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Menanggapi hal itu, ahli pidana dari Universitas Jendral Soedirman Hibnu Nugroho mengatakan, posisi hakim yang mengadili perkara Ahok amat dilematis.

"Ini dilematis, mesti, pasti geger, lolos geger, apalagi enggak lolos," kata Prof saat berbincang dengan wartawan, Selasa (6/12/2016).

Menurut dia, apapun yang diputuskan hakim pasti menuai polemik.

"Kalau lolos mesti ramai, kalau enggak lolos jadi perdebatan hukum," katanya.

Hibnu pun mengingatkan, agar hakim berpijak terhadap undang-undang saja, tidak melihat apa yang terjadi jika diputus bersalah atau Ahok dinyatakan bebas nantinya.

Sebab, kata dia, sebagai wakil Tuhan, hakim harus bersikap berdasarkan hukum dan keyakinan.

"Karena itu, untuk tidak lepas tutup mata apa yang dikatakan UU begitulah. Dia seperti itu, apa yang terjadi terjadilah," katanya.

Hakim harus tetap independen dalam memutus kasus tersebut.

"Dia memutuskan beradasarkan bukti dan keyakinan, tidak mengingat desakan publik bagaimana, penguasa bagaimana, mudah-mudahan itu yang kita harapkan pada hakim nanti," kata dia.

Bahkan dia menerangkan, sekalipun langit runtuh, hakim harusnya tak pedulikan itu dalam mengambil keputusan yang adil.

"Pasti melihat aspek ke arah sana (potensi ricuh jika Ahok bebas), tapi harusnya, hakim tutup mata, dalam ilmu hukum ada istilah biarkan langit runtuh, tapi hukum tetap ditegakkan, ini buat ujian, runtuh bener atau enggak langit nanti," kata dia. (Baca: Jokowi Minta Pengadilan Tak "Main-main" Sidangkan Perkara Ahok)

Dia menambahkan, persoalan Ahok memang diketahui tak sepenuhnya bulat. Baik penyidik, saksi, maupun ahli beda pandangan tentang kasus Ahok yang penuhi unsur pasal penistaan agama atau tidak.

"Ini tafsir ya, masalah tafsir, ada tafsir bahasa, tafsir Al-Quran, kalau kita lihat tafsir mana, menafsirkan bahasa ada yang katakan tidak (menistakan agama), agama konon itu belum masuk juga, ada yang masuk, jadi tergantung subyektivitas," kata dia.

Dalam pandangan hukum, menurutnya hukum untuk menilai bukti tidak berdiri sendiri. Suatu bukti pernyataan tidak sejauh mana pernyataan itu mempunyai nilai bukti yang terkait di dalamnya.

"Mungkin niatnya, bahasa tubuhnya, kerangka bahasanya kan gitu, ini yang harus dinilai, bukti penilaian komprehensif bukti terkait dengan bukti yang lain di sini harus dinilai masing-masing," katanya. (Dennis Destryawan)

Kompas TV Penasihat Hukum Siapkan 50 Pembela untuk Ahok
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Megapolitan
Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Megapolitan
Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Megapolitan
Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Megapolitan
Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Megapolitan
Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Megapolitan
Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Megapolitan
Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Megapolitan
Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com