JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menilai sungai Ciliwung mendesak untuk dikeruk dan dilebarkan. Sebab, Jakarta sering terdampak banjir kiriman jika Bogor dan Depok hujan deras.
"Sungai Ciliwung mendesak untuk dilebarkan dan dikeruk agar debit sungai meningkat," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho melalui keterangan tertulis kepada Kompas.com, Selasa (27/2/2017) pagi.
Menurut Sutopo, belum selesainya normalisasi sungai Ciliwung menyebabkan genangan atau banjir masih sering terjadi saat ada kenaikan debit sungai.
Selain itu, permukiman di bantaran sungai hingga rumah yang dibangun di dalam sungai harus dipindahkan ke tempat yang lebih aman, agar sungai bisa ditata kembali.
"Permukiman dan masyarakat di sekitar sungai juga perlu ditingkatkan kapasitasnya dan diberdayakan agar ikut menjaga sungai dengan baik," ujar Sutopo.
Pada Selasa ini, kata Sutopo, BNPB mencatat 1.178 permukiman di bantaran Sungai Ciliwung terendam banjir dengan kedalaman bervariasi. Banjir tersebut sebagai dampak dari air kiriman yang menyebabkan meluapnya Sungai Ciliwung.
Menurut Sutopo, berdasarkan data sementara yang dihimpun BPBD DKI Jakarta, terdapat 1.178 rumah tergenang banjir setinggi 10-60 sentimeter. Sebanyak 1.178 KK atau 3.832 jiwa terdampak langsung luapan Sungai Ciliwung di mana permukimannya tergenang banjir.
Genangan atau banjir di Kelurahan Pejaten Timur terdapat di RW 06, RW 07 dan RW 08 dengan tinggi banjir 30 – 70 sentimeter sejak Senin (27/2/2017) pukul 19.00 WIB. Sebanyak 20 KK telah mengungsi ke ruko setempat.
Sedangkan genangan atau banjir di Kelurahan Cawang merendam permukiman di RW 001, RW 002, RW 03, RW 05, dan RW 08 sejak Senin pukul 19.00 WIB.
"Masyarakat tetap bertahan di rumahnya, tidak mau mengungsi karena beranggapan sudah biasa mengalami banjir," ujar Sutopo.