JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menjelaskan alasan munculnya rencana pembatasan penggunaan air untuk warga yang tinggal di rumah susun (rusun).
Adapun Pemprov DKI berencana membatasi penggunaan air untuk satu unit rusun sebanyak 10 kubik tiap bulannya.
"Maksud saya kan ada kajian dari PBB, rumah yang kecil sederhana itu sebulan itu paling pakainya 10 kubik," ujar Basuki atau Ahok, di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Selasa (28/2/2017).
"Satu truk tangki itu 5 kubik lho. Jadi kalau 10 kubik itu 2 truk tangki besar. Cukup enggak untuk rumah kamu kecil? Cukup," kata Ahok.
(Baca: Pemprov DKI Berencana Batasi Penggunaan Air di Rusun)
Ahok akan membuat aturan mengenai klasifikasi rumah susun. Setelah semua rusun diklasifikasi dan mendapatkan tarif sebesar Rp 1.050 per kubik, pembatasan air akan diberlakukan.
Ahok mengatakan cara ini ditempuh untuk menekan praktik jual beli air di rusun. Ahok mengatakan ada warga yang menjual air dari rusun dengan harga lebih mahal.
"Karena ada rumah susun, dia bisnisin dia sewain ke orang, dia jual air sampai 200 kubik. Jadi dari air rumahnya itu dia jualin 200 kubik," ujar Ahok.
Rencana pembatasan air ini pertama kali disampaikan Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah. Saefullah mengatakan pembatasan itu dilakukan agar warga tidak menghamburkan air.
"Nanti mau kami atur lagi di pergub supaya maksimal penggunannya itu 10 kubik per unit, supaya tidak menghamburkan air," ujar Saefullah.
Selama ini Pemprov DKI Jakarta memberikan subsidi air untuk warga rusun. Karena air disubsidi, kata Saefullah, ada warga yang boros menggunakan air, bahkan ada juga yang menjual kembali air subsidi tersebut.
"Ada juga yang dijual dengan tarif rendah, bikin bak sendiri lalu dijual," ujar Saefullah.
(Baca: Pemprov DKI Keluarkan Rp 1,3 Miliar untuk Subsidi Air Warga Rusun)