JAKARTA, KOMPAS.com - Bupati Kepulauan Seribu, Budi Utomo, mengatakan konflik yang terjadi antara warga Pulau Pari di Kepulauan Seribu dengan PT Bumi Pari selaku pengelola wisata di pulau itu terkait dengan masalah lahan. Warga melakukan protes terhadap PT Bumi Pari terkait keberadaan sertifikat hak milik (SHM) yang dimiliki PT Bumi Pari atas tanah yang saat ini diduduki warga.
Budi mengatakan di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (13/3/2017), bahwa sejumlah warga yang tinggal di Kepulauan Pari mempertanyakan SHM yang dimiliki PT Bumi Putera. Warga merasa mereka tidak pernah menjual tanahnya kepada perusahaan tersebut.
Menurut pengakuan warga, pada sekitar tahun 1998-1999, pihak kelurahan setempat meminta warga untuk mengumpulkan girik yang mereka punya.
"Kata warga ada info lurah minta girik tahun 1998-1999, tapi ini sulit untuk dibuktikan," ujar Budi.
Sekarang muncul isu bahwa PT Bumi Pari akan menggusur rumah warga yang telah mereka tempati puluhan tahun.
Budi mengatakan, pihaknya sering mengundang warga dan manajemen perusahaan untuk duduk bersama guna membahas hal itu. Pihak perusahaan, kata Budi, menunjukkan bahwa mereka memang memiliki SHM.
Namun dari sejumlah pembahasan bersama, disepakati bahwa PT Bumi Pari tidak akan menggusur warga di lokasi yang diklaim merupakan milik mereka.
Budi menjelaskan, meski perusahaan itu mengklaim memiliki SHM, Badan Pertanahan Nasional wilayah Jakarta Utara akan melakukan pengukuran ulang terhadap lahan yang diklaim perusahaan itu.
"Kami akan lakukan juga inventarisasi atau pengukuran ulang, di mana lahan perusahaan yang mengaku punya tanah. Kewenangan di BPN, kami serahkan ke BPN. Itu bukan kewenangan kabupaten," kata Budi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.