Salin Artikel

"Kami Bertaruh Nyawa Meski Belum Berstatus PNS"

Mereka berunjuk rasa di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), Senin (25/9/2017).

Ratusan orang ini merasakan ketidakadilan karena masih berstatus pegawai tidak tetap (PTT) kendati telah mempertaruhkan nyawa untuk Ibu Kota.

"Kami masih ingat tahun 2010 di Koja kita dihujani panah, rencong, hingga tembakan senapan," kata Anggota Satpol PP Yusuf.

Baca: PTT Satpol PP dan Dishub DKI Batal Aksi di Balai Kota

Kerusuhan Koja pada 14 April 2010 menjadi salah satu peristiwa kelam bagi Satpol PP DKI Jakarta.

Ribuan anggota Satpol PP dikerahkan ke Makam Mbah Priok untuk menggusur kompleks makam itu.

Tiga anggota Satpol PP meninggal dunia karena bentrok dengan warga dan ratusan lainnya terluka.

Yusuf mengatakan, mengingat peristiwa itu maka dia merasa tak adil jika para anggota Satpol PP yang masuk pada 2005 ini belum juga diangkat sebagai pegawai negeri sipil.

Apalagi, angkatan Satpol PP yang diterima beberapa bulan lebih dulu jauh lebih beruntung karena sudah diangkat menjadi PNS.

"Kita hanya ingin seperti senior-senior kita yang lebih beruntung. Kerja 12 tahun masih kontrak, kalah sama buruh pabrik," ujar Yusuf.

Pengangkatan sebagai PNS menjadi harga mati bagi para pegawai tidak tetap ini. Sebab dibandingkan PNS yang memiliki beban dan masa kerja sama, gaji yang mereka terima tiap bulan jauh berbeda.

"Kita yang bertaruh nyawa, dihadapkan sama warga, dikenal sebagai tukang gusur, tapi apa balasannya?" ujar Yusuf.

Baca: Lebih dari 10 Tahun Anggota Satpol PP DKI Belum Diangkat Jadi PNS

Hardi, salah seorang anggota Dinas Perhubungan DKI Jakarta menyebut PNS bagian operasional dengan golongan IIA saja di DKI sudah menerima gaji sekitar Rp 13 juta.

Gaji tersebut terdiri dari Rp 11 juta dalam bentuk tunjangan kinerja daerah (TKD) dan hampir Rp 3 juta gaji pokok.

Sementara para PTT yang sudah mengabdi 12 tahun ini mendapatkan gaji pokok Rp 3,4 juta dan tunjangan sekitar Rp 2 juta.

Artinya, seorng PNS mendapat upah lebih dari dua kali lipat dibanding PTT meski masa kerjanya kurag lebih sama.

"Padahal yang selama ini di lapangan mengatur jalan, menghadapi pengendara sampai dikepung dan diserang itu kebanyakan PTT," kata Hardi.

Untungnya, kata Hardi, kesenjangan ini diakui oleh mereka yang lebih beruntung. Para pimpinan Satpol PP dan Dinas Perhubungan mendukung anggotanya untuk mendapat upah dan status yang lebih layak.

"Tadi pagi Pak Kadishub sudah memberikan dukungan, yang penting jaga nama instansi dan tetap damai," ujar Hardi.

Kemenpan RB yang menerima aspirasi ini berjanji untuk merundingkannya dengan Badan Kepegawaian Daerah DKI Jakarta.

Sementara ini, para PTT menunggu evaluasi dan keputusan dari Kemenpan RB sebelum melaksanakan aksi lanjutan.

Baca: Anggota Satpol PP dan Dishub Unjuk Rasa di Kemenpan RB, Sekitar Jalan Senopati Ditutup

https://megapolitan.kompas.com/read/2017/09/25/17382781/kami-bertaruh-nyawa-meski-belum-berstatus-pns

Terkini Lainnya

Rute KA Argo Cheribon, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Argo Cheribon, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Polisi Grebek Laboratorium Narkoba di Perumahan Elite Kawasan Sentul Bogor

Polisi Grebek Laboratorium Narkoba di Perumahan Elite Kawasan Sentul Bogor

Megapolitan
Bau Sampah Terasa Menyengat di Lokbin Pasar Minggu

Bau Sampah Terasa Menyengat di Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
Ini Tujuan Benyamin Ikut Penjaringan Bakal Cawalkot Tangsel di Tiga Partai Rival

Ini Tujuan Benyamin Ikut Penjaringan Bakal Cawalkot Tangsel di Tiga Partai Rival

Megapolitan
Usaha Dinsos Bogor Akhiri Perjalanan Mengemis Rosmini dengan Telusuri Keberadaan Keluarga

Usaha Dinsos Bogor Akhiri Perjalanan Mengemis Rosmini dengan Telusuri Keberadaan Keluarga

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Sempat Tinggalkan Jasad Korban di Hotel

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Sempat Tinggalkan Jasad Korban di Hotel

Megapolitan
Dipecat karena Dituduh Gelapkan Uang, Ketua RW di Kalideres: Buat Apa Saya Korupsi Kalau Datanya Lengkap

Dipecat karena Dituduh Gelapkan Uang, Ketua RW di Kalideres: Buat Apa Saya Korupsi Kalau Datanya Lengkap

Megapolitan
Sudah Sepi Pembeli, Uang Retribusi di Lokbin Pasar Minggu Naik 2 Kali Lipat

Sudah Sepi Pembeli, Uang Retribusi di Lokbin Pasar Minggu Naik 2 Kali Lipat

Megapolitan
Benyamin-Pilar Kembalikan Berkas Penjaringan Pilkada Tangsel, Demokrat Sambut dengan Nasi Kebuli

Benyamin-Pilar Kembalikan Berkas Penjaringan Pilkada Tangsel, Demokrat Sambut dengan Nasi Kebuli

Megapolitan
Sehari Berlalu, Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Belum Ditemukan

Sehari Berlalu, Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Belum Ditemukan

Megapolitan
Polisi Masih Observasi Kondisi Kejiwaan Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng

Polisi Masih Observasi Kondisi Kejiwaan Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng

Megapolitan
Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Megapolitan
Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Megapolitan
Golkar Depok Ajukan Ririn Farabi Arafiq untuk Maju Pilkada 2024

Golkar Depok Ajukan Ririn Farabi Arafiq untuk Maju Pilkada 2024

Megapolitan
Jasad Bayi Tergeletak di Pinggir Tol Jaksel

Jasad Bayi Tergeletak di Pinggir Tol Jaksel

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke