Penertiban ini dilaksanakan atas permintaan PT Pelayaran Bahtera Adiguna. Perusahaan yang berada di bawah naungan PT PLN itu disebut memiliki Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor 1860/Tebet Barat. Selama hampir 40 tahun ini, tanah ini disengketakan.
Pengacara warga, Rofinus, menuturkan tanah ini awalnya dikuasai oleh Hanapi bin Hamzah pada 1962. Kala itu, Hanapi memiliki sebidang tanah di Senayan, Jakarta Pusat. Lantaran ada perhelatan Asian Games, Presiden Soekarno meminta agar di Senayan dibangun pusat gelanggang yang kini dikenal dengan nama Gelora Bung Karno.
Komando Urusan Pembangunan Asian Games kemudian menukar tanah milik Hamzah, dengan memberinya sebidang tanah persil 14 blok hak usaha di Villa Besar Phase I/V di Kampung Dalam, yang kini dikenal sebagai Jalan MT Haryono Kavling 14.
Hamzah memegang surat occupatie verguning nomor 1/10 a sampai dengan d/IB/Polisi tertanggal 10 Juli 1962 dengan luas 3.420 meter persegi.
Di atas tanah itu, Hanapi membangun gedung semacam mess tingkat, di belakangnya, 30 rumah petak. Gedung dan rumah-rumah itu tetap berdiri hingga kemarin.
"Ini yang bangun ahli waris, kemudian rencananya akan dijual ke Perusahaan Negara (PN) Menunda Kapal Tundabara," kata Rofinus, Kamis.
Baca: 30 Rumah di Samping RS Tebet Dibongkar, Warga Sibuk Angkut Barang
Rofinus menjelaskan dalam surat perjanjian jual beli sementara, PN Menunda Kapal Tundabara rencananya akan menjadikan lokasi ini sebagai mess untuk pegawainya. Pegawai pun ditempatkan di situ, sebagian membantu membangun rumah.
PN Menunda Kapal Tundabara kemudian beralih menjadi PT Pelayaran Bahtera Adiguna yang kini diketahui bernaung di bawah bendera PT PLN. Hanapi pun pada tahun 1971 menggugat perusahaan baru itu agar melunasi utang tanahnya.
Meski di dalam persidangan sempat menawarkan ingin membeli tanah itu, hakim tidak memperbolehkannya sebab sebelumnya perusahaan itu mengaku ia salah digugat.
"Dalam perkara itu juga dia menyatakan karena bukan pihak makanya dia tidak mau membayar. Waktu itu pemilik salah gugat karena harusnya yang digugat likuidator PN Menunda Kapal Tundabara," kata Rofinus.
Baca: Bongkar 30 Rumah Warga di Tebet, Wakil Wali Kota Tegaskan Sesuai Prosedur
Sengketa dan saling gugat terus berlangsung antara ahli waris Hanapi dengan Bahtera yang belakangan mengklaim tanah itu. Perusahaan itu belakangan memiliki bukti kepemilikan berupa HGB dari Badan Pertanahan Negara (BPN) Jakarta Selatan.
Dalam putusan terakhir yang inkracht tahun 2014, Mahkamah Agung memenangkan PT Pelayaran Bahtera Adiguna.
Penghuni yang merugi
Jika dilihat dari jalan, tanah di sebelah RS Tebet itu berbentuk gedung tua, lalu di depannya banyak terparkir motor. Sebanyak 114 warga yang menempati tanah itu tercatat secara resmi di kependudukan sebagai warga RT 11 RW 05 Tebet Barat.
Mereka tinggal mewarisi dari orangtua mereka yang sebagian adalah pegawai dua perusahaan pelayaran, sebagian lagi mengontrak pada ahli waris Hanapi.
Mereka pasrah dan membiarkan barang-barangnya dikeluarkan dari rumah. Wakil Wali Kota Jakarta Selatan Arifin mengatakan pihaknya sudah mengikuti prosedur.
Baca: Rumah di Samping RS Tebet Dibongkar, Warga Akan Lapor Polisi
Eksekusi dilakukan berdasarkan Instruksi Wali Kota Nomor 56 Tahun 2017. Arifin mengatakan, pemerintah berhak menertibkan lahan yang dikuasai tanpa izin sesuai Undang-undang Nomor 51 Prp Tahun 1960 dan Pergub 207 Tahun 2016.
Pihaknya terpaksa menghilangkan satu rukun tetangga itu.
"Warga memang sudah lama menempati, setelah sengketa lama, putusan inkracht ya ini milik perusahaan kami harus patuhi," kata Arifin.
Warga berencana mengadukan tindakan ini ke polisi dengan tuduhan pengrusakan dan memasuki pekarangan tanpa izin. Gugatan perdata juga disebut baru saja didaftarkan melawan PT Pelayaran Bahtera Adiguna dan BPN Jakarta Selatan.
https://megapolitan.kompas.com/read/2017/10/13/08120211/riwayat-hilangnya-satu-rt-di-tebet-barat