Menurut dia, setiap angkot di setiap wilayah memiliki ritase yang jaraknya berbeda-beda. Oleh karena itu, kata dia, jika Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mematok target 190 kilometer per hari untuk angkot OK Otrip di Tanah Abang, sedianya ada solusi apabila target itu tidak tercapai.
"Itu (190 km) tidak apa-apa dijadikan target, namun pemerintah juga harus punya win-win solution lain andai kata target itu tidak terpenuhi oleh para sopir," ucap Shafruhan saat dihubungi Kompas.com, Kamis (23/2/2018).
Ia menanggapi unjuk rasa sopir angkot M08 trayek Tanah Abang-Kota yang mempermasalahkan sejumlah syarat bagi sopir yang ingin tergabung dalam OK Otrip. Salah satu syaratnya yakni target jarak tempuh 190 kilometer.
Padahal, menurut sopir yang berunjuk rasa, rata-rata sopir angkot M08 hanya bisa menempuh jarak tak lebih dari 150 km per hari.
Terkait target jarak tempuh ini, Shafruhan juga menilai perlunya memperhitungkan kondisi lalu lintas di wilayah angkot itu beroperasi serta memperhatikan waktu istirahat para sopir.
Ia juga mengingatkan bahwa akumulasi jarak tempuh angkot akan berbeda setiap harinya. Bahkan, jarak tempuh antara sopir pada shift satu dan dua juga akan berbeda.
"Satu angkot OK Otrip punya dua sopir karena kerjanya shift. Antar-sopir yang narik pagi dan sore kan beda situasi jalannya," ujarnya.
Mungkin, lanjut Shafruhan, saat sopir narik di pagi hari, kondisi jalan lebih lancar dan capaian ritasenya bisa banyak sehingga berdampak pada target kilometer, sedangkan yang sore mungkin lebih sedikit karena macet.
"Kondisi ini kan perlu win-win solution, saya pernah bilang waktu itu untuk diukur berdasarkan jarak maksimal dan minimal," ucapnya.
"Contoh kalau sopir ternyata narik lebih dari 190 km, misal 210 km, itu jatuhnya tetap jarak maksimal di angka 190 km, tetapi kalau rata-rata hanya 160-170 km, bisa dihitung jarak minimal. Jadi tetap ada hitunganya, sama-sama saling mendukung," paparnya.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/02/23/14112461/soal-target-jarak-tempuh-angkot-ok-otrip-ini-saran-organda