Denny bercerita, saat itu dia sedang bertugas mengatur lalu lintas di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat.
Dia sangat mengenal lokasi itu karena sudah enam tahun bertugas mengatur lalu lintas di sana.
Denny mengatakan melihat sesuatu yang aneh di dalam pos polisi Sarinah sehingga langsung bergegas masuk dan memeriksa kondisi di dalam pos tersebut.
Ia melihat sebuah ransel hitam di pojok ruangan tersebut. Dia pun mencurigai ransel tersebut.
"Kebiasaannya, kalau anggota (polisi) masuk (pos polisi), tas biasanya langsung ditaruh di samping kanan. Jadi, tidak ada anggota taruh itu ranselnya di ujung," kata Denny.
Tak hanya itu, ia juga melihat 2 botol air mineral, 2 kue, dan 2 kotak seperti pemantik bom di dalam pos polisi Sarinah.
Lagi-lagi, ia mencurigai keberadaan barang-barang tersebut.
Tak lama setelah itu, ia mendengar ledakan di gerai Starbucks Sarinah.
Dia langsung mengambil handy talkie dan melaporkan ledakan itu kepada atasannya sambil bersandar di pintu pos polisi.
Kemudian, ia tersengat aliran listrik dari handy talkie dan mendengar bunyi dari dalam pos polisi.
"Begitu tersetrum, berhenti, langsung ada bunyi, 'Tuuut, tak-tak, bang'. Mungkin tak-tak tadi bom aktif tadi, terus meledak, kena saya. Jaraknya kurang lebih 30 detik (antara ledakan di Starbucks dan pos polisi)," ujarnya.
Setelah ledakan, Denny tetap berdiri di tempatnya semula karena kaku tersengat aliran listrik. Dia merasakan darah keluar dari kaki dan telinga.
Matanya juga memerah.
"Saya pelan-pelan duduk, saya cabut paku di kaki kiri," ucap Denny.
Tak lama setelah itu, atasannya datang dan menolong dia. Ia dibawa ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
Adapun sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ini untuk mengadili terdakwa Aman Abdurrahman.
Aman didakwa menggerakkan orang melakukan berbagai aksi terorisme, termasuk peledakan bom di Jalan MH Thamrin.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/02/23/21104401/kesaksian-ipda-denny-mahieu-jelang-ledakan-bom-thamrin