Mereka mencatat keluarga Devi atas nama Suparman (suaminya) yang tinggal di Tower C Lantai 6 Unit 2 sebagai penunggak terbesar.
"Paling besar Rp 12 juta. Tower C 602," kata Kepala Penertiban Rusun Tambora Syafik di lokasi.
Devi bersama keluarga mengaku telah lama tinggal di Rusun Tambora saat masih terdiri dari 4 lantai.
Sampai akhirnya mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok meresmikan Rusunawa Tambora pada 2015 dengan fasilitas lift dan bangunan 16 lantai. Menurut Devi, sejak saat itu ia dikenakan biaya sewa Rp 485.000 per bulan karena fasilitas rusun diperbaiki.
"Saya di sini dari sebelum rumah susun ini jadi. Dari yang masih jelek 4 lantai dan pakai tangga. Dulu kan Rp 60.000-100.000 per bulan, sekarang kan Rp 400.000an," kata Devi di huniannya.
Menurut Devi, pembayaran sewa rusun terasa berat karena banyaknya pengeluaran dan penghasilannya tidak seberapa. Pembayaran listrik keluarga Devi menghabiskan Rp 100.000 per bulan. Sementara untuk air pada Febuari terakhir dikenakan biaya Rp 32.850.
Sehari-hari, Devi kerja sambilan dengan berjualan makanan. Sementara suaminya hanya bekerja serabutan. Mereka memiliki seorang anak yang masih duduk di bangku kelas 6 SD.
"Anak mau masuk SMP jadi susah juga. Ya pintar-pintar kami ngaturnya aja. Kalau bisa ya diringankan," katanya.
Kini, Devi harus pontang-panting untuk membayar tunggakan sewa rusun sebesar Rp 12 juta. Untuk pembayaran, keluarga Devi memilih untuk mencicil dari hasil bekerja.
"Kalau bayar nyicil. Kalau seadanya aja, yang penting kami kan sudah ada niat (bayar)," kata Devi.
Akibat penunggakan tersebut, jendela rumahnya telah terpasang peringatan penyegelan setelah menerima Surat Teguran. Namun, saat ini mereka masih menetap di sana.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/03/14/13412191/cerita-devi-pontang-panting-bayar-tunggakan-rusun-tambora-rp-12-juta