Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat menanggapi masalah dana subsidi yang terlambat cair untuk Dharma Jaya itu tak membahas soal evaluasi di DKI guna mencegah peristiwa serupa terulang. Anies mempersilakan Marina mundur dan meminta dia profesional dengan tidak mengancam mundur.
"Jadilah orang profesional, titik,” kata Anies, Jumat (16/3/2018) lalu.
Soal profesionalitas Marina menjelaskan pekerjaannya memimpin BUMD Dharma Jaya, penyedia daging, yang nyaris bangkrut ketika dia masuk. Ketika ditarik mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pada 2015, Marina diminta membuat perusahaan yang berdiri tahun 1985 itu menyumbang keuntungan bagi DKI.
Tahun pertama menjabat adalah tahun tersulit baginya. Hal yang pertama dia bereskan terkait sistem kepegawaian.
"Kesulitan daripada memimpin Dharma Jaya adalah yang sudah terbiasa sekian puluh tahun bekerja dengan cara tidak ada aturan yang benar, tidak profesional, itu membuat kami harus mengubah," kata Marina di kantornya, Jumat lalu.
Marina menyebutkan, yang dibenahinya antara lain membina pekerja-pekerja lama, membuat skala gaji, dan peraturan perusahaan. Jika di perusahaan swasta umumnya Marina membutuhka waktu tiga bulan saja untuk lakukan pembenahan, di Dharma Jaya ia membutuhkan waktu dua kali lipat.
"Mereka itu terbiasa dulu tidak kerja profesional, tidak terbiasa bahwa usaha itu harus untung. Terbiasa ya udah, kalau udah ada anggaran ya dibuat anggaran. Tapi kan bisnis itu kan harus ada anggaran, kalau bisa efisien ya efisien gitu," kata dia.
Bukan cuma soal kepegawaian, Marina juga membenahi aset Dharma Jaya yang tercecer dan tidak dimanfaatkan dengan baik.
"Kemudian pembenahan aset, aset kami banyak dikuasai sama orag pihak ketiga, itu yang di mampang sudah 41 tahun dikuasai sama bekas orang DPRD, sekarang dibawa ke pengadilan," kata Marina.
Soal keuangan, Marina bercerita saat pertama masuk ia diwarisi kas Dharma Jaya yang besarnya hanya Rp 2,4 miliar. Tahun 2016 adalah masa pembenahan dan pada 2017 barulah PD Dharma Jaya memiliki keuangan yang baik.
Kendati sering dipersulit untuk mendapat tambahan modal, Marina mengatakan paling tidak di eranya dia bisa menyumbang keuntungan ke DKI, walau hanya Rp 1 miliar.
Masalah subsidi pangan yang membuatnya mundur bermula pada November 2017, ketika PD Dharma Jaya menjadi salah satu BUMD yang tidak akan diberikan penyertaan modal daerah (PMD) pada tahun 2018. PMD yang awalnya diajukan PD Dharma Jaya adalah Rp 39 miliar.
Namun atas arahan Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno, PD Dharma Jaya dan beberapa BUMD lainnya tidak diberikan PMD. Alasannya, supaya BUMD bisa mandiri tanpa terus menerus mendapatkan suntikan dana dari pemerintah.
Alih-alih mandiri, PD Dharma Jaya malah tidak bisa membeli stok daging subsidi untuk penerima Kartu Jakarta Pintar (KJP). Selama ini dengan subsidi itu, pemegang KJP bisa membeli daging sapi dan daging ayam dengan harga murah.
Marina merasa tidak adil bahwa PD Dharma Jaya harus memutar otak mencari sumber dana lain untuk membeli daging subsidi akibat pencabutan PMD. Sebab program itu bukan demi kepentingan bisnis PD Dharma Jaya melainkan untuk kepentingan warga kurang mampu.
Jika untuk alasan kemandirian dalam konteks bisnis, Marina menyatakan siap berkembang tanpa PMD.
Saat itu, Marina mengaku masih bisa menggunakan dana public service obligation (PSO) untuk membeli daging. Namun pada rapat banggar di Komisi C, pada 21 November 2017, Marina menumpahkan kekhawatirannya atas stok daging subsidi tanpa ada PMD.
Dia meminta pencairan PSO bisa dipercepat. Jika benar tak diberi PMD, PSO menjadi cara satu-satunya untuk tetap bisa menyediakan daging subsidi.
Kekhawatiran Marina jadi kenyataan. Dua minggu usai rapat itu, ia mengajukan proposal untuk pencairan PSO. Namun, PSO senilai Rp 41 miliar yang dijanjikan Sandiaga tak juga turun.
Akibatnya, Marina harus mencari cari agar tetap bisa menyediakan daging. Padahal, permintaan ayam di awal 2018 melonjak dari tahun sebelumnya, mencapai 225 ton per bulan. Penyaluran daging ayam sempat terganggu meski tak tidak terlalu berdampak pada masyarakat.
Ayam-ayam itu dijual sebulan sekali seharga Rp 8.000 per ekor ke pemegang KJP, petugas penanganan prasarana dan sarana umum (PPSU), pekerja harian lepas (PHL), penyedia jasa lainnya orang perorangan (PJLP), penghuni rumah susun, lansia, penyandang disabilitas, serta buruh berpenghasilan UMP.
Berbagai cara ia lakukan mulai dari menguras kas PD Dharma Jaya di bank hingga habis, meminta tolong Bank DKI agar meminjamkan modal ke supplier Dharma Jaya yang UMKM. Namun PSO maupun dana reimburse sejak bulan Desember tak juga cair.
Kerja Pemprov DKI yang jadi lelet itulah yang mendorong dia menyatakan mundur. Ketika kembali ditanya pada Sabtu lalu soal pengunduran dirinya, Marina eggan menjawab.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/03/19/10143011/dirut-dharma-jaya-bicara-soal-profesionalitas