Pantauan Kompas.com, deretan pipa paralon yang difungsikan sebagai wadah tanaman terlihat kosong. Tumpukan peralatan pertanian terlihat terkumpul di salah satu pojok bangunan.
Suasana greenhouse tersebut seakan telah lama tak dihuni. Rumput setinggi pinggang terlihat di sejumlah titik. Rumput-rumput itu menjadi satu-satunya tumbuhan yang hidup di bangunan berukuran 16 x 40 meter persegi tersebut. Jaring-jaring tipis yang menyelimuti greenhouse juga robek di beberapa bagian.
Ernov, seorang petani yang ditemui Kompas.com mengatakan bahwa greenhouse itu sudah tak digunakan sejak Desember 2017.
"Dari 2017 akhir sudah enggak dipakai lagi karena bolong-bolong gitu. Kalau bolong-bolong gitu kan serangga hama bisa masuk," katanya di Rusun Marunda, Senin (26/3/2018).
Saat ini, para petani di Rusun Marunda memilih bercocok tanam tanpa menggunakan greenhouse. Beberapa tanaman yang digarap oleh para petani antara lain tomat, cabai, dan bawang.
Kepala Unit Pengelola Rumah Susun Marunda Yasin Pasaribu mengatakan, biaya untuk memperbaiki greenhouse tersebut terlampau besar. Ia menyebut perbaikan greenhouse merupakan tanggung jawab Dinas Pertanian.
"Kita enggak punya anggarannya, saya rasa itu ada di Dinas Pertanian. Biayanya pun besar, untuk rehabilitasi atap itu bisa sampai puluhan juta," kata Yasin saat dihubungi, Senin (26/3/2018).
Setelah menggunakan greenhouse, Kelompok Tani Marunda Hijau Rusun Marunda dapat meraup Rp 500.000 per hari dari sayur yang mereka tanam di greenhuse. Bila ditotal, kelompok tani itu mendapatkan Rp 15 juta dalam sebulan pada 2014.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/03/26/17585651/greenhouse-rusun-marunda-yang-dimodali-jokowi-rp-450-juta-tak-terurus